Minggu, 15 Desember 2019

KISAH MUALAF CANTIK



✍  Kisah Mualaf Cantik, bermula karena terharu melihat hanya Musholla yang selamat dari Longsor

 ✍  Jeje, sapaan akrab Ishia, lahir sebagai penganut agama nasrani. Ayahnya merupakan seorang pendeta muda. Setelah ayahnya meninggal, dia menjalani hidup sebagai umat kristiani yang taat beribadah didampingi sang Ibu beserta kaka dan adiknya.
Sebelum menjadi mualaf, Jeje merupakan aktivis gereja dan menjadi guru sekolah minggu, serta aktif di unit kegiatan mahasiswa Kristen Ouikimene Universitas Pakuan.

"Saat itu saya bertugas mendidik, menyajikan aktivitas yang dapat dilakukan setiap anak di kategori kelasnya masing-masing hingga membuat dan menyiapkan alat peraga untuk menyampaikan firman Tuhan,” ujar perempuan yang akrab disapa Jeje kepada Radar Bogor (Jawa Pos Group).

✍   Hidayah didapatkan Jeje saat tergabung dalam kegiatan mahasiswa di Unpak yaitu Korps Sukarela (KSR) yang berada di bawah naungan PMI. Saat itu terjadi bencana longsor di Ciwaringin. Jeje mendapat tugas untuk datang ke lokasi bencana.
Betapa sedih dan terharu ketika melihat hampir seluruh rumah tertimpa longsoran tanah, namun ada satu bangunan yang masih tegak berdiri dan menjadi tempat para korban mengungsi. Bangunan itu adalah Musholla.

✍   “Saya melihat musholla itu seperti menghangatkan para korban, memberi keamanan dan kenyamanan meski banyak lumpur di sekitarnya, dari situ saya merasa takjub,” ujarnya.

✍  Pengalaman lain yang membuatnya yakin untuk menjadi mualaf adalah ketika di lokasi bencana seorang bapak berbaju koko putih mengajaknya untuk menjalankan sholat dan berkata apapun kondisinya jangan pernah tinggalkan sholat. Saat bapak tersebut mengumandangkan adzan pun suaranya begitu indah didengar melebihi nyanyian Jazz yang disukai.
“Tiba-tiba hati saya tergugah dan tanpa disadari saya meneteskan air mata,” imbuhnya.

✍   Setelah semua hal yang dialaminya, terbukalah hati dan pikirannya untuk masuk Islam. Semua pertanyaan itu timbul dan terjawab sekarang setelah saya mempelajari Islam dan memutuskan menjadi muslim.
“Dari situ saya semakin yakin untuk meninggalkan agama saya, banyak keindahan di dalam agama Islam yang membuat saya kagum dan takjub akan itu semua,” jelasnya.

✍   Pembacaan dua kalimat syahadat Jeje dibantu dan dibimbing kakak angkat yang merupakan teman kuliah satu kampus. Dia mengenalkan Jeje dengan salah satu pemuka agama di sekitar rumahnya lalu diislamkan di sana.
“Pertama kali mengucapkan syahadat di kamar dan sebelumnya saya mengucap Astagfirullah sambil menangis. Akhirnya saya memberitahu teman saya bahwa saya ingin menjadi muslim,” tutur karyawati di salah satu perusahaan swasta itu.

✍   Awal menjalani kegiatan sebagai muslim tentu tidak begitu mudah, mulai dari sholat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadan hingga hal hal wajib dan sunnah lainnya. Tapi seiring berjalannya waktu,  semua bisa Jeje jalani dengan ikhlas dan senang hati.

✍  "Menjadi muslim merupakan pengalaman indah untuk saya dapat mempelajari ini semua,” akunya.
Dia juga mengaku jika hubungan dengan keluarga sangat baik. “Ibu saya terlahir sebagai muslim namun berpindah agama menjadi nasrani ketika menikah dengan ayah saya,” tuturnya.

✍  Sang kakek adalah seorang muslim yang memiliki pesantren dan juga masjid yang tidak begitu besar di Surabaya. “Beberapa tahun sebelum saya menjadi mualaf, Ibu saya sudah kembali memeluk Islam begitupun dengan kakak dan adik saya,” jelasnya.

[ Mulia Mulyadi ].
Dikutip dari grup WA "Cinta Allah &Rasul SAW" ,15 Desember 2019,Ahad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar