Jumat, 20 Desember 2019

"HIKMAH HIJRAH : MENINGGALKAN KEMUSRIKAN MENUJU TAUHID"




Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah, Dzat yang telah mengutus Muhammad SAW menjadi rahmat bagi seluruh alam. Shalawat dan salaam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW berserta keluarga, shahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman. Amma ba'du.

Bapak dan Ibu, alhamdulillah pada malam ini kita telah berada pada tahun 1441 hijriah. Sehubungan dengan itu akan  disampaikan taushiyah seperti judul diatas, sesuai dengan firman Allah pada surat An-Nisa, ayat 100 :

وَمَنْ يُهاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُراغَماً كَثِيراً وَسَعَةً

Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. (An-Nisa: 100)

Bapak dan Ibu, ayat di atas menganjurkan kepada orang mukmin yang tertindas, untuk berhijrah dan memberikan semangat kepada orang mukmin untuk memisahkan diri dari orang-orang musyrik. Ayat di atas juga nerupakan jaminan Allah bahwa ke mana pun orang mukmin berhijrah, niscaya ia dapat menemui tempat berlindung dan penghidupan yang menaunginya.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa pengertian "al-muragam" ialah berpindah dari suatu tempat ke tempat lain.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: tempat hijrah yang banyak. (An-Nisa: 100) Yaitu tempat untuk menyingkir dari hal-hal yang tidak disukai.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَسَعَةً}

dan rezeki yang banyak. (An-Nisa: 100)

Yaitu rezeki yang berlimpah.

Banyak ulama —antara lain ialah Qatadah— mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. (An-Nisa: 100) yang menyelamatkannya dari kesesatan menuju jalan hidayah, dan menyelamatkannya dari kemiskinan kepada kecukupan.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهاجِراً إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ

Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. (An-Nisa: 100)

Dengan kata lain, barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan niat untuk berhijrah, lalu di tengah jalan ia meninggal dunia, maka ia telah memperoleh pahalanya di sisi Allah, yaitu pahala orang yang berhijrah.

Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda:

" إنما الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتuُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ"

Sesungguhnya semua amal perbuatan itu berdasarkan niat masing-masing, dan sesungguhnya masing-masing orang itu hanya mendapatkan apa yang diniatkannya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya kepada dunia, niscaya dia memperolehnya; atau kepada wanita, niscaya ia menikahinya. Maka hijrah seseorang itu hanyalah kepada apa yang diniatkannya sejak semula. (HRS. Bukhari dan Muslim)

Bapak dan Ibu, secara garis besar, hijrah dibedakan menjadi dua macam, yaitu hijrah makaniyah (berpindah dari satu tempat ke tempat lain) dan hijrah maknawiyah (mengubah diri, dari yang buruk menjadi lebih baik demi mengharap keridhaan Allah SWT).

Hijrah makaniah, khususnya hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah telah berakir ketika terjadi fathu Makkah (penaklukan Makkah), sebagaimana disampaikan dalam hadits riwayat Aisyah sbb :

لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا

”Tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah, tetapi (yang ada adalah) jihad dan niat. Maka apabila kalian diperintahkan jihad, maka berangkatlah” (HRS. Bukhari dan Muslim).

Meskipun demikian kewajiban "hijrah makaniah" tetap berlaku sampai hari kiamat, terutama bagi orang mukmin yang ditindas orang kafir di negerinya sendiri, misalnya pada kasus "Kaum Muslimin Rohingya". Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW :

عَنْ مُعَاوِيَةَ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : لا تَنْقَطِعُ الْهِجْرَةُ حَتَّى تَنْقَطِعَ التَّوْبَةُ وَلاَ تَنْقَطِعُ التَّوْبَةُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا

Dari Mu’awiyyah, dia berkata : Saya mendengar Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Hijrah tidak terputus sehingga taubat terputus, dan taubat tidak terputus sehingga matahari terbit dari barat”. (HR. Ahmad)

Bapak dan Ibu, adapun hijrah maknawiyah dibedakan menjadi empat, yaitu :

1.  Hijrah i'tiqadiyah (hijrah keyakinan), ketika seorang Muslim mencoba meningkatkan keimanannya agar terhindar dari kemusyrikan.

2.  Hijrah fikriyah (hijrah pemikiran), ketika seseorang memutuskan kembali mengkaji pemikiran Islam yang berdasar pada sabda Rasulullah dan firman Allah demi menghindari pemikiran yang sesat.

3.  Hijrah syu'uriyyah adalah berubahnya seseorang yang dapat dilihat dari penampilannya, seperti gaya berbusana dan kebiasaannya dalam kehidupan sehari-hari. Hijrah ini biasa dilakukan untuk menghindari budaya yang jauh dari nilai Islam, seperti cara berpakaian, hiasan wajah, rumah, dan lainnya.

4.  Hijrah sulukiyyah (hijrah tingkah laku atau kepribadian). Hijrah ini digambarkan dengan tekad untuk mengubah kebiasaan dan tingkah laku buruk menjadi lebih baik. "Seperti orang yang sebelumnya selalu berbuat buruk, seperti mencuri, membunuh, atau lainnya, bertekad berubah kepribadiannya menjadi pribadi yang berakhlak mulia.

Bapak dan Ibu, kita cukupkan sampai disini taushiyah malam ini, insya Allah kita lanjutkan lagi pada malam berikutnya.             Selamat Tahun Baru               1 Muharam 1441 Hijriyah.
Salam tahajud.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Dikutip dari :
Grup WA"Mutiara Al qur'an,Jum'at,19 Desember 2019.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar