حفظه الله عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: أَنْ تَجْعَلَ لِلهِ نِدًّا، وَهُوَ خَلَقَكَ. قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَأْكُلَ مَعَكَ. قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: ثُمَّ أَنْ تُزَانِيَ حَلِيلَةَ جَارِكَ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
‘Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ‘Dosa apakah yang paling besar?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau menyekutukan Allâh padahal Dia yang telah menciptakanmu.” Kemudian aku bertanya lagi, ‘Kemudian dosa apa lagi?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau membunuh anakmu karena takut ia makan bersamamu.” Aku bertanya lagi, ‘Kemudian dosa apa lagi?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Engkau berzina dengan istri tetanggamu.”
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhâri (no. 4477, 6001, 6811, 6861, 7520, 7532); Muslim (no. 86); At-Tirmidzi (no. 3182), dan an-Nasa`i (VII/89-90). Dalam riwayat al-Bukhâri dan Muslim ada tambahan bahwa Allâh Azza wa Jalla membenarkan perkataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan firman-Nya:
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
Dan orang orang yang tidak mempersekutukan Allâh dengan sembahan lain dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allâh kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina dan barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat. [Al-Furqân/25:68]
Hadits ini menjelaskan tentang dosa-dosa besar yang paling besar, di antaranya : Berbuat syirik kepada Allâh Azza wa Jalla, membunuh anak karena takut miskin, dan berzina dengan isteri tetangga.(1)
DOSA BESAR PERTAMA
1.Syirik Dosa besar pertama yang merupakan dosa besar yang paling besar adalah syirik. Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla menciptakan jin dan manusia untuk beribadah hanya kepada Allâh saja dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” [Adz-Dzâriyât/51:56] Jika seorang hamba mengetahui bahwa Allâh Azza wa Jalla menciptakannya untuk beribadah hanya kepada-Nya, maka ia harus mengetahui bahwa ibadah tidak bisa dinamakan ibadah kecuali dengan tauhid, sebagimana shalat tidak bisa dinamakan shalat kecuali dengan thaharah (bersuci). Jika ada syirik dalam ibadah, maka rusaklah ibadah tersebut, sebagaimana hadats dapat merusak thaharah. Dan ibadah jika sudah tercampuri oleh syirik, maka menjadi rusak, dapat menghapus amalan, dan pelakunya kekal dalam neraka.(2)
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allâh, padahal kamu mengetahui. [Al-Baqarah/2:22]
Yaitu, janganlah kalian menyekutukan Allâh dengan sekutu-sekutu yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak pula dapat menolak bahaya, padahal kalian tahu bahwa tidak ada Rabb yang memberi rezeki kepada kalian selain Allâh. Dan kalian juga telah mengetahui bahwa Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyeru kalian kepada tauhid itu kebenaran yang tidak ada keraguan padanya.[3] Seseorang tidak cukup hanya mengetahui tauhid saja dan mengamalkannya, akan tetapi ia juga harus mengetahui lawan dari tauhid tersebut, yaitu syirik. Karena khawatir akan terjebak pada perbuatan tersebut yang dapat merusak tauhidnya. Karena seseorang yang tidak mengetahui sesuatu, ia bisa saja terjatuh pada perbuatan tersebut. Mengetahui tentang syirik dan berbagai macamnya merupakan jalan untuk dapat menjauhkannya dengan sejauh-jauhnya. Seorang tidak mengetahui betapa nikmat sehat itu sangat berharga kecuali jika dia telah merasakan sakit. Begitu juga seseorang tidak dapat mengetahui pentingnya tauhid, keutamaannya, dan penerapannya kecuali jika dia telah mengetahui syirik dan perkara-perkara jahiliyyah hingga dia dapat menjauhkannya dan menjaga tauhidnya. Nabi Ibrâhîm Alaihissallam, yang mendapat kedudukan yang tinggi di sisi Allâh Azza wa Jalla , beliau melawan syirik serta menghancurkan berhala-berhala dengan tangannya, mendapat banyak cobaan hingga dijatuhkan ke dalam api, tetapi beliau tetap takut dirinya terjatuh ke dalam perbuatan syirik. Sebagaimana dalam firman Allâh Azza wa Jalla
: وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ ﴿٣٥﴾ رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ …
Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala. Ya Rabb, berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak manusia … [Ibrâhîm/14:35-36]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَقِيَ اللهَ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْـجَنَّةَ ، وَمَنْ لَقِيَهُ يُشْرِكُ بِهِ [شَيْئًا ] دَخَلَ النَّارَ
Barangsiapa bertemu Allâh (meninggal dunia) dalam keadaan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu, pasti masuk surga; tetapi barangsiapa bertemu dengan-Nya (meninggal dunia) dalam keadaan mempersekutukan-Nya (dengan sesuatu), pasti masuk neraka.[4] Jika Nabi Ibrâhîm n saja takut terjatuh dalam perbuatan syirik dan memohon agar beliau dan anak cucunya dijauhkan dari syirik, apalagi kita. Oleh karena itu, kita wajib berhati-hati dan waspada jangan sampai terjatuh dalam perbuatan syirik.Na’uudzu billahi min dzalik. Syirik adalah menyamakan selain Allâh dengan Allâh Azza wa Jalla dalam Rubûbiyyah, Ulûhiyyah dan Asmâ‘ dan Sifat-Nya.[5]
MACAM-MACAM SYIRIK
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Syirik ada dua macam.
Pertama : Syirik dalam Rububiyyah, yaitu menjadikan sekutu selain Allâh Azza wa Jalla yang mengatur alam semesta, sebagaimana firman-Nya:
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ ۖ لَا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِنْ شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيرٍ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai ilah) selain Allâh. Mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat dzarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka sama sekali tidak memiliki peran serta dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya.’” [Saba’/34:22]
Kedua : Syirik dalam Ulûhiyyah, yaitu beribadah (berdo’a) kepada selain Allâh, baik dalam bentuk do’a ibadah maupun do’a mas`alah.”[6]
Umumnya yang dilakukan manusia adalah menyekutukan dalam Ulûhiyyah Allâh Azza wa Jalla , yaitu dalam hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allâh, seperti berdo’a kepada selain Allâh di samping berdo’a kepada Allâh Azza wa Jalla , atau memalingkan suatu bentuk ibadah, seperti menyembelih (kurban), bernadzar, berdo’a, dan sebagainya kepada selain-Nya. Oleh karena itu, barangsiapa menyembah dan berdo’a kepada selain Allâh Azza wa Jalla berarti ia telah meletakkan ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya kepada yang tidak berhak, dan itu merupakan kezhaliman yang paling besar. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allâh, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”[Luqman/31:13] Diriwayatkan dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ (ثَلَاثًا)، قَالُوْا: بَلَى، يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: اَلْإِشْرَاكُ بِاللهِ وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ -وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ-: أَلَا وَقَوْلُ الزُّوْرِ. قَالَ: فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ.
“Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang dosa-dosa besar yang paling besar?” (Beliau mengulanginya tiga kali) Mereka (para Shahabat) menjawab, “Tentu saja, wahai Rasûlullâh.” Beliau bersabda, “Syirik kepada Allâh, durhaka kepada kedua orang tua.” –Ketika itu beliau bersandar lalu beliau duduk tegak seraya bersabda:– “Dan ingatlah, (yang ketiga) perkataan dusta!” Perawi berkata: “Beliau terus mengulanginya hingga kami berharap beliau diam.”[7]
Syirik merupakan bentuk kemaksiatan yang paling besar kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Syirik merupakan sebesar-besar kezhaliman, sebesar-besar dosa yang tidak akan diampuni oleh Allâh Azza wa Jalla . Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allâh tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allâh, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar. [An-Nisâ`/4:48] Syirik (menyekutukan Allâh) dikatakan dosa besar yang paling besar dan kezhaliman yang paling besar, karena ia menyamakan makhluk dengan Khâliq (Pencipta) pada hal-hal yang khusus bagi Allâh Azza wa Jalla. Barangsiapa yang menyekutukan Allâh Azza wa Jalla dengan sesuatu, maka ia telah menyamakannya dengan Allâh dan ini sebesar-besar kezhaliman. Zhalim adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya.[8]
Diantara contoh perbuatan syirik adalah orang yang memohon (berdo’a) kepada orang yang sudah mati, baik itu Nabi, wali, maupun yang lainnya. Perbuatan ini adalah syirik. Berdo’a (memohon) kepada selain Allâh Azza wa Jalla , seperti berdo’a meminta suatu hajat, isti’ânah (minta tolong), istighâtsah(minta tolong di saat sulit) kepada orang mati, baik itu kepada Nabi, wali, habib, kyai, jin maupun kuburan yang dianggap keramat, atau minta rezeki, meminta kesembuhan penyakit dari mereka, atau kepada pohon dan lainnya selain Allâh adalah syirik akbar (syirik besar). Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata, “Barangsiapa memalingkan satu macam ibadah kepada selain Allâh, maka ia musyrik kafir.”[9]
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
Dan barangsiapa menyembah ilah yang lain selain Allâh, padahal tidak ada suatu bukti pun baginya tentang itu, maka perhitungannya hanya pada Rabb-nya. Sungguh orang-orang yang kafir itu tidak akan beruntung. [Al-Mukminûn/23:117]
Ketiga : Syirik dalam Sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla , yaitu mensifati sebagian makhluk-Nya dengan sifat yang khusus bagi Allâh Azza wa Jalla , seperti mengetahui yang ghaib. Sesungguh-nya tidak ada yang mengetahui yang ghaib kecuali Allâh Azza wa Jalla , bahkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sekali pun tidak mengetahui tentang yang ghaib. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah (Muhammad), ‘Aku tidak kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudharat bagi diriku kecuali apa yang dikehendaki Allâh. Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, niscaya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan tidak akan ditimpa bahaya. Aku hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” [Al-A’râf/7:188]
[10] Apabila Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui yang ghaib, apalagi selain Beliau. Tidak ada seorang pun yang mengetahui tentang hal yang ghaib kecuali hanya Allâh Azza wa Jalla saja.
DOSA BESAR KEDUA
2. Membunuh Anak Dosa besar kedua yang disebutkan dalam hadits diawal pembahasan ini adalah membunuh anak karena takut miskin. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ …
Janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka … [Al-An’âm/6:151]
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin.Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar. [Al-Isrâ`/17:31] Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullâh berkata, “Membunuh jiwa tanpa alasan yang benar merupakan dosa besar yang paling besar setelah syirik. Dan membunuh salah satu kerabat (saudara) merupakan jenis pembunuhan yang paling besar. Jika seseorang membunuh saudaranya, maka di dalamnya ada dua dosa; (1) dosa membunuh jiwa tanpa alasan yang benar dan (2) dosa memotong tali kekeluargaan serta berbuat buruk kepada kerabatnya. Jika seseorang membunuh bapaknya, anaknya, saudaranya, atau kerabatnya yang lain, maka ini termasuk jenis pembunuhan yang paling besar. Membunuh jiwa tanpa alasan yang benar semuanya haram dan termasuk dosa besar. Tetapi membunuh kerabat lebih besar lagi dosanya. Terlebih lagi jika pelakunya berkeyakinan buruk seperti takut saudaranya makan bersamanya (takut rezekinya berkurang), maka ini adalah keyakinan yang buruk terhadap Allâh, sebagaimana orang-orang jahiliyyah dahulu yang membunuh anak-anak mereka karena takut miskin.[11]
Allâh Yang Maha Pemurah telah menciptakan seluruh makhluk, maka Allâh Azza wa Jalla jugalah yang menetapkan rezeki bagi seluruh makhluk-Nya, dan setiap makhluk tidak akan mati apabila jatah rezekinya belum habis. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allâh rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya.Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). [Hûd/11:6]
الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allâhlah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu. Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui. [Al-Ankabût/29:60] Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوْااللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ فَإِنّ َنَفْسًا لَنْ تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوْا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ خُذُوْا مَاحَلَّ وَدَعُوْا مَاحَرُمَ
Wahai manusia! Bertakwalah kepada Allâh dan sederhanalah dalam mencari nafkah. Karena sesungguhnya seseorang tidak akan mati hingga sempurna rezekinya. Meskipun (rezeki itu) bergerak lamban. Maka, bertakwalah kepada Allâh dan sederhanalah dalam mencari nafkah, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram.[12]
Rezeki akan mengejar manusia seperti maut yang mengejarnya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرِّزْقَ لَيَطْلُبُ الْعَبْدَ كَمَا يَطْلُبُهُ أَجَلُهُ
Sesungguhnya rezeki akan mengejar seorang hamba sebagaimana ajal mengejarnya.(13] Beberapa Permasalahan Tentang Janin. Pertama : Bagaimana hukum aborsi (menggugurkan kandungan) sesudah berusia 120 hari (sesudah ditiupkannya ruh) atau sebelumnya? Para Ulama sepakat bahwa menggugurkan kandungan yang telah berusia 120 hari adalah perbuatan haram, termasuk pembunuhan, dan berdosa besar. Para Ulama sepakat bahwa aborsi setelah ruh ditiupkan ke dalam janin adalah haram, bahkan mereka menganggap bahwa aborsi adalah tindak pidana yang tidak boleh dilakukan seorang Muslim, dan merupakan bentuk kejahatan terhadap manusia yang utuh. Karenanya, jika dalam melakukan aborsi, janin keluar dalam keadaan hidup dan kemudian mati, maka dikenakan diyat (denda yang sudah ditentukan ukurannya). Jika keluar dalam keadaan mati maka dendanya lebih ringan. Hukum ini juga berlaku untuk aborsi sebelum masa peniupan ruh. Setidaknya ini adalah pendapat hampir seluruh Ulama. Karena penciptaan manusia pada dasarnya dimulai sejak sperma membuahi sel telur (ovum) sebagaimana yang diisyaratkan oleh hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِذَا مَرَّ بِالنُّطْفَةِ ثِنْتَانِ وَأَرْبَعُوْنَ لَيْلَةً، بَعَثَ اللهُ إِلَيْهَا مَلَكًا فَصَوَّرَهَا، وَخَلَقَ سَمْعَهَا وَبَصَرَهَا، وَجِلْدَهَا، وَلَحْمَهَا، وَعِظَامَهَا….
Ketika nuthfah sudah berusia 42 hari, maka Allâh mengutus Malaikat untuk membentuknya, menciptakan telinga, mata, kulit, daging dan tulangnya .…[14] Ada Ulama yang berpendapat boleh menggugurkan kandungan sebelum berusia 120 hari .Sebagian mengatakan boleh dan sebagian mengatakan haram. Namun pendapat yang rajih (benar) adalah haram. Ada Ulama yang mengqiyaskannya dengan ‘azal[15]
yang walaupun dibolehkan tetapi disebut oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
ذٰلِكَ الْوَأْدُ الْخَفِيُّ Itu adalah pembunuhan yang tersembunyi[16]
Pada hakikatnya ‘azal tidak sama dengan aborsi atau mengubur bayi hidup-hidup. Karena aborsi merupakan kejahatan terhadap sesuatu yang sudah ada. Kehidupan itu sendiri mempunyai beberapa tahapan. Tahapan pertama adalah bertemunya sel sperma dengan ovum dalam rahim. Maka, merusak hal tersebut adalah kejahatan. Jika telah berubah menjadi segumpal darah maka tingkat kejahatannya bertambah berat. Apabila sudah menjadi segumpal daging dan telah ditiupkan ruh, maka kejahatan itu semakin bertambah berat. Kemudian kejahatan yang paling berat adalah ketika janin tersebut telah lahir menjadi bayi yang bernyawa. Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang haramnya aborsi (menggugurkan kandungan) meskipun janin belum ditiupkan ruh. Kedua : Bagaimana hukum menggugurkan kandungan karena ada kemudharatan (bahaya)(17]
setelah berusia 120 hari atau sebelumnya? Para Ulama sepakat bahwa menggugurkan kandungan yang telah berusia 120 hari adalah perbuatan haram, termasuk pembunuhan, dan berdosa besar walaupun kondisi ibu atau kondisi janin dinyatakan sakit. Namun apabila usia kandungan belum berusia 120 hari dan kondisi ibu atau kondisi janin dinyatakan sakit oleh dokter, maka para Ulama membolehkannya karena keadaannya darurat.[18]
DOSA BESAR KETIGA
3. Berzina Dosa besar yang ketiga dalam hadits di atas adalah berzina dengan isteri tetangga. Zina digunakan sebagai kata yang mengandung arti menyetubuhi wanita tanpa akad syar’i. Inilah yang dimaksud oleh keumuman nashyang menyinggung tentang zina. Adapun menurut istilah syari’at, cukup banyak definisi zina yang dikemukakan oleh para Ulama, dan semua definisi tersebut tidak jauh berbeda. Namun, definisi yang terbaik, zina adalah menyetubuhi wanita di kemaluan tanpa akad nikah yang sah.
[19] Perbuatan zina ini adalah perbuatan yang buruk, keji, jorok, dan kotor serta moral yang rusak. Zina akan membawa kepada kehinaan, menyebabkan kerusakan, serta mendatangkan adzab di dunia, di kubur, dan di akhirat nanti. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk [Al-Isrâ’/17:32] Allâh Azza wa Jalla menyebutkan, “dan janganlah kamu mendekati zina!” Allâh Azza wa Jalla tidak berfirman, “Jangan berzina!” Hal ini karena Allâh Azza wa Jalla hendak menutup segala akses yang mengarah ke perbuatan zina. Baca Juga Kesenangan Hati Terletak Dalam Shalat Kemudian Allâh menyebutkan bahwa (Zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk. Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsirnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan lafazh ‘al-fâhisyah’ adalah ‘dzanban ‘azhîman (dosa yang besar). Seorang yang berzina dengan istri tetangga lebih bobrok (rusak dan lebih besar dosanya) daripada orang yang berzina dengan selain tetangga; karena itu menghasilkan gangguan terhadap tetangga dan penyimpangan terhadap wasiat Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
لَأَنْ يَزْنِـيَ الرَّجُلُ بِعَشْرَةِ نِسْوَةٍ أَيْسَرُ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يَزْنِيَ بِامْرَأَةِ جَارِهِ
Sungguh seorang laki-laki yang berzina dengan sepuluh orang wanita itu lebih ringan daripada ia berzina dengan istri tetangganya.[20] Ketahuilah bahwa perbuatan zina adalah suatu perbuatan yang sangat memalukan, menjijikkan dan moral yang paling rusak. Perbuatan zinamenurunkan kadar keimanan seorang Muslim, hingga seperti akan keluar dari hatinya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الْإِيْمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ ، فَإِذَا أَقْلَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الْإِيْمَانُ
Apabila seseorang berzina maka imannya akan keluar di atasnya seolah-olah sebuah naungan. Jika ia kembali (bertaubat), maka imannya akan kembali.[21]
Shahabat Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu mengatakan:
يُنْزَعُ مِنْهُ نُوْرُ الْإِيْمَانِ فِـي الزِّنَا. Dicabut nur (cahaya) keimanan dalam perbuatan zina[
22] Saudaraku, tundukkanlah pandanganmu dan jagalah kemaluanmu! Begitu banyak hati bergejolak yang berawal hanya dari sebuah percikan. Begitu banyak perbuatan zina berawal dari pandangan, lalu masuk ke pikiran, kemudian berhubungan, lalu melangkah ke pertemuan, hingga berlanjut ke perbuatan zina yang terlaknat. Wal ‘iyâdzu billâh! Nas-alullâhas salâmah wal ‘âfiyah. Hubungan Zina dengan Syirik dan Pembunuhan Syirik, membunuh jiwa, dan berzina merupakan dosa-dosa besar; sangat berat hukumannya dan akan dilipatgandakan adzabnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا ﴿٦٨﴾ يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا ﴿٦٩﴾ إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Dan orang orang yang tidak mempersekutukan Allâh dengan sembahan lain dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allâh kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina dan barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat, (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang orang yang bertaubat, dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allâh dengan kebaikan. Allâh Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [Al-Furqân/25:68-70] Dalam ayat tersebut, Allâh Azza wa Jalla menghubungkan antara zina dengan syirik dan membunuh jiwa. Sebab, ketiga dosa ini adalah dosa besar, sama-sama sangat berat hukumannya dan adzabnya, serta dilipat-gandakan, selama pelakunya tidak memperbaiki hal tersebut dengan cara bertaubat dengan taubat yang ikhlas, jujur, benar, yang ia menyesali perbuatannya. FAWAA-ID: Dosa-dosa besar banyak sekali disebutkan dalam al-Qur`an dan as-Sunnah. Dosa terbagi menjadi dosa besar yang paling besar, dosa-dosa besar, dan dosa kecil. Dosa yang paling besar adalah menjadikan sekutu bagi Allâh Azza wa Jalla . Menyekutukan Allâh Azza wa Jalla , beribadah kepada selain Allâh Azza wa Jalla , berdo’a kepada selain Allâh Azza wa Jalla , adalah kesyirikan yang besar. Allâh Azza wa Jalla tidak ridha bila disekutukan dengan makhluk-Nya, baik dengan malaikat yang dekat dengan Allâh atau dengan Nabi yang diutus. Syirik adalah kezhaliman, kebodohan, dan kesesatan yang besar. Kezhaliman yang paling besar adalah syirik (menyekutukan Allâh Azza wa Jalla ). Tidak cukup bagi seorang hanya mengetahui tauhid saja dan mengamalkannya, akan tetapi ia juga harus mengetahui lawan dari tauhid, yaitu syirik. Seseorang tidak dapat mengetahui pentingnya tauhid, keutamaannya, dan penerapannya kecuali jika dia telah mengetahui syirik dan macam-macamnya. Di antara dosa besar adalah membunuh jiwa yang diharamkan Allâh Azza wa Jalla . Membunuh anak termasuk dosa besar. Tidak boleh seorang membunuh anaknya karena hidupnya miskin, atau takut tidak makan, atau takut dengan banyak anak menjadi miskin. Allâh Azza wa Jalla yang menciptakan seluruh makhluk, dan Allâh pula yang memberikan rezeki kepada seluruh makhluk. Di antara dosa besar adalah berzina. Berzina adalah perbuatan yang kotor, jorok, dan moral yang rusak serta merupakan sejelek-jelek jalan. Berzina dengan isteri tetangga merupakan dosa besar yang paling besar. Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya n memerintahkan untuk berbuat baik kepada tetangga. Ketika seorang berzina dengan isteri tetangganya, berarti dia telah melanggar perintah Allâh dan Rasul-Nya, merusak hubungan tetangga, merusak rumah tangga orang lain, mencemarkan nama baik, dan lainnya. Wajib segera bertaubat atas semua perbuatan dosa. MARAAJI’ : Kutubus sittah dan kitab-kitab hadits lainnya. Tafsîr Ibni Katsiir, Daar Thaybah. Tafsîr ath-Thabari. Bulûghul Marâm min Adillatil Ahkâ Tas-hîlul Ilmâm bifiqhil Ahâdîts min Bulûghil Marâm Taudhîhul Ahkâm min Bulûghil Marâ Al-‘Aqîdah ath-Thahâ Al-Qawâ’idul Arba’. Ushûluts Tsalâ Al-Qaulul Mufîd ‘ala Kitâbit Tauhî Syarah Arba’in, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin. Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Pustaka Imam asy-Syafi’i. Jangan Dekati Zina!, Pustaka at-Taqwa, cet. V, 2014. [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XVIII/1436H/2014M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote [1] Taudhîhul Ahkâm min Bulûghil Marâm (VII/335). [2] Al-Qawâ’idul Arba’. [3] Tafsir ath-Thabari (I/214-215) dan Tafsiir Ibni Katsiir (I/198). [4] Shahih: HR. Muslim (no. 93 (152)) dari Jabir Radhiyallahu anhu. Ini salah satu riwayat Muslim, sedangkan tambahan dalam [] merupakan riwayat lain darinya juga. [5] Lihat Ad-Dâ’ wad Dawâ’ (hlm. 198) oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, tahqiqSyaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali ‘Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari حفظه الله . [6] Iqtidhâ`ush Shirâthil Mustaqiim (II/226) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. [7] Shahih: HR. al-Bukhâri (no. 2654) dan Muslim (no. 87). [8] ‘Aqîdatut Tauhîd (hlm. 74) oleh Syaikh DR. Shalih bin Fauzan al-Fauzan. [9] Lihat Ushûluts Tsalâtsah oleh Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab. [10] Lihat Al-‘Aqîdah Ath-Thahâwiyyah (hlm. 8-9) syarh wa ta’liq Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, Maktabah Al-Ma’arif, cet. 1, th. 1422H. [11] Tas-hîlul Ilmâm bifiqhil Ahâdîts min Bulûghil Marâm (VI/189). [12] Shahih: HR. Ibnu Majah (no.2144), Ibnu Hibban (no. 1084,1085—Mawârid), al-Hakim (II/4), dan al-Baihaqi (V/264) dari Sahabat Jabir Radhiyallahu anhu.Dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 2607). [13] Hasan: HR. Ibnu Hibbân (1087-Mawârid) dan lainnya. Dari Shahabat Abu Darda’ Radhiyallahu anhu. Hadits ini memiliki penguat dari Sahabat Jâbir yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ’ (no. 9779, 12169). Hadits ini dihasankan oleh syaikh al-Albani dalam Silsilah Ahâdîts ash-Shahîhah (no.952). [14] Shahih: HR. Muslim (no. 2645), dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabîr (no. 3044), dari Sahabat Hudzaifah bin Asid Radhiyallahu anhu. [15] Yaitu coitus interuptus, maksudnya menumpahkan air mani di luar rahim isteri ketika bersetubuh. [16] Shahih: HR. Muslim (no. 1442 [141]). [17] Misalnya adanya gangguan kesehatan yang membahayakan untuk si ibu atau janin tersebut berdasarkan pemeriksaan beberapa dokter yang Muslim/Muslimah, amanah dan ahli di bidangnya. [18] Syarah Arba’in, hadits ke-4, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin. [19] Ada juga yang mendefinisikan: Menyetubuhi kemaluan yang kosong dari kepemilikan atau syubhat. Disini tidak termasuk zina bila seorang tuanpemilik (majikan) menyetubuhi hamba sahaya wanita yang ia beli atau diperoleh dari peperangan. Wallaahu a’lam. [20] Shahih: HR. al-Bukhâri dalam al-Adabul Mufrad (no. 103), Ahmad (IV/8), dan selainnya. [21] Shahih: HR. Abu Dawud (no. 4690) dan al-Hakim (I/22). Dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi, juga dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 509). [22] Diriwayatkan oleh al-Bukhâri, lihat Fat-hul Bâri (XII/58).
Referensi: https://almanhaj.or.id/13095-tiga-dosa-besar-yang-paling-besar-2.htmlTiga Dosa Besar Yang Paling Besar TIGA DOSA BESAR YANG PALING BESAR Oleh Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XVIII/1436H/2014M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Referensi: https://almanhaj.or.id/13095-tiga-dosa-besar-yang-paling-besar-2.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar