Ketundukan alam semesta terhadap manusia diceritakan langsung oleh sang pemilik alam, Allah subhanahu wata’ala dalam al-Qur’an:
اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَّا فِى الْاَرْضِ وَالْفُلْكَ تَجْرِيْ فِى الْبَحْرِ بِاَمْرِهٖۗ وَيُمْسِكُ السَّمَاۤءَ اَنْ تَقَعَ عَلَى الْاَرْضِ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ (٦٥)
“Tidakkah engkau memperhatikan bahwa Allah menundukkan bagimu (manusia) apa yang ada di bumi dan kapal yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan Dia menahan (benda-benda) langit agar tidak jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.” (QS Al-Hajj [22]: 65).
Satu kata yang menjadi fokus bahasan dalam ayat ini adalah kata “tunduk”. Dalam KBBI, kata tunduk berarti menghadapkan wajah ke bawah, condong ke depan dan ke bawah (tentang kepala); melengkung ke bawah (tentang malai padi); takluk; menyerah kalah.
"Sakhkhara" pada ayat tersebut artinya menundukkan. Muhamma Yunus mengartika سَخَّرَ dengan memaksa kerja tanpa upah. Dari pengertian tersebut terkandung satu pemahaman bahwa Allah menciptakan manusia dengan potensi melebihi potensi makhluk lain.Dengan demikian mereka takluk, kalah, menyerah, dan hormat kepada manusia. Mahasuci Allah yang telah menciptakan manusia di atas yang lain. Hal ini juga disebutkan dalam surah at-Tin ayat 4:
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (٤)
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS At-Tin[95]: 4).
Banyak yang berpendapat bahwa kelebihan manusia di atas makhluk lain adalah karena potensi akal dan berpikir, bahkan Allah telah menobatkan manusia menjadi khalifah fi al-ardh (pemimpin bumi).
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً (٣٠)
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (QS Al-Baqarah [2]: 30).
Berbeda dengan pendapat para sufi, mereka berpendapat yang menjadi titik unggul manusia dibanding lain adalah:
Pertama, menurut Ibnu Arabi pada diri manusia adanya kesempurnaan sebagai lokus penampakan nama-nama (asma’) dan sifat-sifat Tuhan. Manusia disebutkan sebagai ciptaan terbaik sebagaimana ditegaskan dalam surah Shad ayat 75
قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ (٧٥)
Allah berfirman: "Hai Iblis, Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?" (QS Shaad [38]: 75).
Kalimat “Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku” dalam ayat tersebut menunjukkan betapa istimewa manusia. Dalam diri manusia terdapat pantulan semua asama Allah sedangkan makhluk lain hanya sebagian dari asma-Nya.
Kedua, Sayyed Hossein Nasr menyebutkan manusia sebagai satu makhluk teomorfis atau makhluk eksistensialis yang dapat naik turun martabatnya di hadapan Tuhan. Senada dengan pendapat tersebut al-Jilli melihat manusia sebagai makhluk paripurna atau insan al-kamil. Manusia paripurna inilah disebut dengan khalifah yang sesungguhnya.
Bahkan menurut Ibnu Arabi manusia yang tidak sampai pada derajat kesempurnaan adalah binatang yang menyerupai manusia, dan tidak layak menyandang predikat khalifah. (Nasaruddin Umar, Tasawuf Modern, Jakarta: Republika, hal. 94).
Penjelasan tersebut menjadi motivasi bagi manusia agar senantiasa menyadari akan kesempurnaan dirinya, mengembangkan dan memelihara agar kelak kembali kepada berada dalam kondisi sebagaimana awal penciptaannya. Teringat satu pertanyaan jamaah dalam sebuah acara kepada Prof. Quraish Shibab, tentang manusia terbaik. Beliau menjawab bahwa manusia terbaik adalah manusia yang dapat menjalankan apa yang menjadi tujuan diciptakan.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ (٥٦)
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS Adz-Dzariyat[51]: 56).
Konsep manusia terbaik dalam hadits Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam adalah orang yang bermanfaat bagi lainnya:
عن جابر قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « المُؤْمِنُ يَأْلَفُ وَيُؤْلَفُ ، وَلَا خَيْرَ فِيْمَنْ لَا يَأْلَفُ ، وَلَا يُؤْلَفُ، وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ »ـ
Jabir, ia berkata,”Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni).
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/125671/khutbah-jumat--menjadi-manusia-terbaikKhutbah Jumat: Menjadi Manusia Terbaik Jaenuri Rabu 30 Desember 2020 21:30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar