Majelis ke 1
JANGAN BERPALING DARI ALLAH
Pengajian
Syeikh Abdul Qadir al-Jilany
(Hari
Ahad Pagi tanggal 3 Syawal tahun 545 H)
Di
Pesantrennya.
Berpaling
dari Allah Azza wa Jalla ketika ketentuan TakdirNya turun, berarti pertanda
matinya Agama, matinya Tauhid, matinya Tawakkal dan matinya ke-Ikhlasan.
Sedangkan qalbu orang-orang mukmin tidak tahu, kenapa dan bagaimana sampai
tidak tahu. Bahkan mengatakan, “Ya” (atas tindakan menyimpang itu, pen).
Nafsu itu, secara keseluruhan selalu kontra dan antagonis. Siapa yang ingin membaharui jiwanya, hendaknya ia memerangi nafsunya sehingga aman dari kejahatannya. Karena nafsu itu semuanya adalah buruk dalam keburukan. Bilamana anda telah memerangi, dan anda bisa tenang, maka seluruh jiwa anda akan meraih kebaikan dalam kebaikan. Sehingga anda selaras dalam seluruh kepatruhan kepada Allah dan meninggalkan seluruh kemaksiatan. Disinilah dikatakan dalam al-Qur’an:
“Wahai jiwa yang tenteram kembalilah kepada Tuhanmu dengan jiwa yang ridlo dan diridloi oleh Tuhan.”
Jiwa meraih keteguhan, dank arena itu telah sirna keburukannya. Jiwa tidak lagi bergantung pada makhluk mana pun. Benarlah jika hal ini dikaitkan dengan Nabiyullah Ibrahim as, dimana beliau telah keluar dari nafsunya dan abadi dengan tanpa hawa nafsu, sementara qalbunya tenteram, disaat itu berbagai ragam makhluk mendatanginya, menawarkan diri mereka masing-masing untuk membantunya. Lalu Ibrahim as, menegaskan, “Aku tidak ingin pertolongan kalian, karena KemahatahuanNya atas kondisiku sungguh telah cukup bagiku untuk permintaanku.” Maka ketika kepasrahan dan tawakkalnya benar, lalu, dikatakan pada api, “Jadilah dirimu dingin dan menyelamatkan pada Ibrahim.” Sebagai pertolongan dari Allah ta’ala Azza wa-Jalla bagi mereka yang sabar di dunia tanpa terhingga di dunia. Sedangkan kenikmatan di akhirat pun tanpa terhitung pula. Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang sabar akan ditunaikan pahalanya tanpa terhingga.”
Segala hal tidak akan pernah tersembunyi di Mata Allah, karena itulah hendaknya kalian bersabar bersama Allah sesaat saja, anda akan melihat hasilnya berupa kelembutan dan kenikmatan bertahun-tahun. Dan keberanian adalah sabar sesaat itu sendiri.
Allah bersama orang-orang yang sabar. Dengan pertolongan dan kebaikanNya, maka bersabarlah bersama Allah. Ingatlah selalu padaNya, dan jangan melupakanNya. Jangan sampai sampai anda baru sadar ketika maut sudah tiba, karena sadar pada saat setelah maut adalah tindakan sia-sia. Sadarlah sebelum anda menemuiNya. Sadarlah sebelum anda disadarkan oleh kejutan yang membuat anda menyesal, diwaktu sebuah penyesalan tidak ada artinya lagi. Perbaikilah hatimu, sebab jika hatimu baik seluruh dirimu dan perilakumu akan baik pula. Karena itu Nabi SAW bersabda, “Dalam diri manusia ada segumpal darah, manakala ia baik, akan baik seluruh tubuhnya, dan bila rusak, rusaklah perilaku jasadnya. Ingatlah, (Tidak lain) adalah Qalbu.”
Memperbaiki (mensalehkan) qalbu itu dengan ketaqwaan dan tawakkal pada Allah Ta’ala, mentauhidkanNya, dan ikhlas dalam beramal. Sebaliknya jika hal itu tidak dilakukan justru akan merusak qalbu. Qalbu ibarat burung yang terbang dalam sangkar, seperti mutiara dalam bejana, dan seperti harta dalam perbendaharaan. Ibarat ini memakai metafor burung bukan dengan sangkar, dengan mutiara, bukan dengan bejana, dengan harta, bukan dengan perbendaharaan.
Ya Allah, sibukkanlah tubuhku dalam kepatuhan padaMu, sibukkanlah hatiku dengan ma’rifatMu, dan sibukkanlah sepanjang hayatku dalam malam-malam dan siang. Kumpulkanlah kami dengan orang-orang dahulu yang shaleh, limpahilah kami rizki sebagaimana Engkau limpahi mereka, dan semoga Engkau terhadap kami, seperti Engkau terhadap mereka. Amin.
Wahai kaum sufi! Jadilah kalian hanya untuk Allah, sebagaimana kaum shaleh kepadaNya. Sehingga kalian meraih apa yang telah mereka raih. Bila kalian ingin agar Allah Ta’ala semata bagi kalian, maka sibukkanlah dengan ketaatan dan kesabaran bersamaNya, ridlo atas tindalakanNya, baik bagi diri kalian maupun orang lain. Kaum Sufi senantiasa senantiasa zuhud di dunia, dan mereka meraih bagian mereka dari dunia dengan tangan ketaqwaan dan kewara’an, kemudian meraih akhirat. Mereka beramal dengan amaliyah yang menjaga jiwa mereka dan mereka patuh kepada Tuhannya. Mereka menyadarkan jiwa mereka sendiri baru kemudian menyadarkan jiwa orang lain.
Anakku, nasihatilah dirimu baru nasihati orang lain. Anda harus lebih dulu memperhatikan diri anda, dan jangan keburu memperbaiki orang lain, karena masih banyak bongkahan jiwamu yang masih harus diperbaiki. Celaka, jika anda merasa lebih tahu orang lain, sedangkan anda buta, bagaimana anda menuntun orang lain? Orang yang menuntun orang lain pastilah orang yang melihat hatinya. Bahwa sesungguhnya yang bisa membersihkan jiwa mereka adalah orang yang telah menyelami lautan yang jernih dan terpuji. Orang yang bisa menunjukkan jalan menuju Allah Ta’ala adalah orang yang ma’rifat kepada Allah. Sedangkan orang yang bodoh terhadap Allah, bagaimana mereka bisa menunjukkan kepadaNya?
Tak ada kalam bagi anda dalam melaksanakan perintah Allah, anda mencintaiNya dan beramal kepadaNya, bukan untuk yang lainNya. Anda harus takut padaNya bukan selainNya. Dan semua itu adanya dalam hati, bukan dalam retorika ucapan. Semua itu tersembunyi, tidak dalam publikasi.
Manakala
Tauhid adalah pintu rumah, dan syirik berada di dalam rumah, itulah munafiq
yang sesungguhnya. Sungguh sial anda, ucapan anda penuh dengan retorikan
ketaqwaan, sednagkan hati anda penuh dengan kecurangan. Ucapan anda
berterimakasih kepadaNya, sedangkan hati anda menentangNya. Allah Ta’ala
berfirman:
“Dan
mereka tidak diperintah kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan penuh
keikhlasan, demi keopatuhan pada agama.”
Tinggalkanlah
sekutu anda dengan makhluk, dan manunggalkanlah diri anda dengan Allah Ta’ala.
Karena Dialah Pencipta segalanya, semuanya. Dan di TanganNya-lah segala ini
berada. Wahai para petualang dunia yang memburu selain DiriNya, apakah anda
tidak berfikir, adakah sesuatu yang diluar gengaman perbendaharaan Allah
ta’ala? “Dan tak ada sesuatu pun kecuali bagi kami perbendaharaanNya.”
Wahai muridku, jika anda ingin selamat dalam genggaman takdir, hendaknya anda bersandar pada kesabaran, mengikat pada keselarasan aturan Ilahi, ibadah sembari menunggu jalan keluar. Jika demikian anda telah meraih kebenaran dari Sang Kuasa Takdir, melaui Fadlal dan anugerahNya, lebih dari kebajikan yang anda buru dan anda harapkan.
Wahai kaum Sufi. Selaraskanlah diri kalian dengan ketentuan takdir. Dan terimalah dari Abdul Qadir yang terus berjuang dalam berselaras dengan Qadar. Keselarasanku dengan ketentuan Takdir telah melangkahkan diriku kepada Sang Kuasa.
Muridku, kemarilah. Tunduklah kepada Allah Ta’ala, terhadap takdir dan tindakanNya, dan seluruh tubuh kita harus berpijak pada keselarasan takdir, lalu kita meniti jalan dengan kendaraan takdir itu. Karena takdir itu adalah utusan dari Sang Raja, dan kita memuliakannya karena siapa yang mengutusnya. Jika kita bebruat demikian, kita senantiasa bersanding kepada Al-Qadir (Sang Kuasa Takdir).
Anda dipersilakan meminum dari lautan ilmunya, memakan dari sajian keutamaannya, bergembira bersama dengan kemesraan Ilahiyahnya dan berselubung dalam kasih sayangnya. Mereka (para wali itu) adalah tokoh-tokoh Ilahi dari berbagai golongan dan kelompok.
Wahai para murid, hendaknya engkau bertaqwa, berpijak pada aturan syariah, kontra terhadap kepentingan nafsu, hawa nafsu, syetan dan pecundang-pecundang keburukan. Orang mukmin senantiasa perang melawan semua itu, bahkan tegak kepalanya, tidak menyarungkan senjatanya, tidak melepaskan pedal di atas kuda-kudanya. Mereka tidur karena lelap (bukan menikmati tidur), dan mereka makan dari laparnya ucapan mereka. Bahwa mereka berkata, karena kehendak Ilahi untuk berbuat demikian, dan kata-kata mereka menggerakkan dunia, sebagaimana tubuh-tubuh kita berkata esok di hari kiamat, bicara kepada Allah, seakan-akan mereka berkata seperti benda-benda padat ini semua berkata. Manakala Allah menghendaki mereka, Allah menyiapkan mereka untuk tabligh kepada sesama dengan peringatan dan kabar gembira dengan hujah-hujah yang meyakinkan. Maka demikianlah Allah menggerakkan lisan para Nabi dan Rasul, lalu ketika Allah Ta’ala mewafatkan, maka para pewarisnya dari para Ulama yang mengamalkan ilmunya, mewarisi kata-kata itu demi kebajikan makhluk, sekaligus sebagai pewarisnya.
“Para
Ulama adalah pewaris para Nabi”.
Wahai kaum Sufi, bersyukurlah kamu kepada Allah Ta’ala atas nikmat-nikmatNya, lihatlah betapa nikmat itu melimpah dari Allah Ta’ala. “Apa yang datang padamu dari nikmat itu sungguh dari Allah.”
Manakah
syukur anda itu, wahai orang-orang yang berselingkuh dari nikmatNya? Wahai
orang yang memandang nikmatNya tetapi menganggap datang dari selain DiriNya?
Terkadang kalian melihat nikmat itu dari Allah, terkadang bukan dari Allah, dan
anda menunggu sesuatu yang bukan dari Allah? Terkadang pula anda meminta
pertolongan lewat nikmat itu, demi kepentingan hawa kemaksiatan anda?
Wahai
muridku, anda sangat membutuhkn kewara’an dalam khalwat anda, yang bisa
mencerabutnya dari kemaksiatan anda dan dosa-dosa anda. Anda membutuhkan
muroqobah yang mengingatkan anda akan Pandangan Allah Ta’ala kepada anda. Anda
sangat membutuhkan semua itu dalam khalwat-khalwat anda, lalu kebutuhan untuk
memerangi hawa nafsu anda dan syetan-syetan. Karena runtuhnya kebesaran manusia
oleh kesalahannya. Runtuhnya ahli zuhud dengan syahwat- kesenangannya.
Runtuhnya para wali Abdal karena pikiran dan bisikan imajinatif dalam
khalwatnya. Runtuhnya para Shiddiqin dalam kejapan-kejapan hati (pada
selainNya).
Mereka
disibukkan memelihara hati mereka, karena mereka tidur di pintu Allah. Mereka
tegak berdiri di panggung dakwah, mengajak makhluk untuk ma’rifat kepada Allah
Ta’ala. Mereka terus menerus memanggil hati sembari mengumandangkan, “Wahai
masyarakat qalbu, wahai para ruh, wahai manusia, wahai Jin, wahai penempuh
jalan Ilahi, kemarilah-kemarilah….menuju Pintu Sang Raja. Bergegaslah kepadaNya
dengan telapak kaki hatimu, dengan pijakan ketaqwaan dan tauhidmu, dengan
ma’rifat dan wara’mu yang luhur, dengan zuhud di dunia dan di akhirat, zuhud
dari segala hal selain Allah. Itulah kesibukan sufi, cita-citanya adalah menata
kebajiakn makhluk, hasratnya membubung langit dan bumi, dari Arasy sampai
bintang Tata surya.
Wahai
muridku, tinggalkan nafsumu dan hawanya. Jadilah kalian ini sebagai tanah yang
diinjak oleh para Sufi, menjadi debu-debu yang menempel di tangan mereka. Allah
berfirman, “Allah mengeluarkan kehidupan dari kematian, dan mengeluarkan
kematian dari kehidupan.” Allah mengeluarkan Ibrahim as, dari kedua orangtuanya
yang mati dalam kekafiran. Orang mukmin itu hidup, dan orang kafir itu mati.
Orang bertauhid itu hidup. Orang musyrik itu mati. Karena itu Allah berfirman
dalam hadits Qudsi, “Yang pertama kali mati dari mahlukku adalah Iblis”. Karena
Iblis yang pertama maksiat kepadaKu, lalu ia mati dengan maksiat itu.
Inilah
akhir zaman. Pasar kemunafikan telah muncul, mall kedustaan telah bertebaran,
karena itu janganlah anda bersanding duduk dengan para munafiqin, pendusta, dan
Dajjalin. Sungguh celaka anda jika jiwa anda diselubungi kemunafikan,
kedustaan, kekafiran, kelacutan dan kemusyrikan. Bagaimana anda bisa bersanding
dengan itu semua?
Karena
itu jauhilah dan jangan berselaras dengan kendali apalagi bergabung. Penjarakan
semua kebusukan itu, sesuai dengan wataknya. Tekanlah semua itu dengan
perjuangan jiwa. Sedangkan hawa nafsu, hendaklah kalian setir, jangan sampai
engkau lepas. Sedikit engkau lepas engkau akan dikendalikannya.
Anda
juga jangan memanjakan seleramu, karena selera alami itu seperti anak kecil
yang belum memiliki kepandaian. Bagaimana anda belajar pada anak kecil yang
kurang ilmu dan anda menerimanya?
Sementara
syetan adalah musuhmu dan musuh bapakmu Nabi Adam as. Bagaimana anda bisa
tenteram dengan syetan, anda menerimanya, sedangkan antara diri anda dengan
syetan ada dendam mendarah daging, dan permusuhan primordial. Karena itu anda
tidak bisa main dengan syetan, sebab syetan telah membunuh ayah bundamu. Jika
anda tenteram bersama syetan anda akan dibunuh, sebagaimana syetan membunuh
keduanya. Karena itu jadikan Taqwa sebagai pedangmu, Tauhidullah Azza wa Jalla,
Muraqabah, Khalwat, Shidq, mohon pertolongan Allah, semua sebagai bala
tentaramu. Itulah senjata, dan itulah pasukan dimana kamu harus mengusirnya,
menyerangnya, memporakporandakan pasukan syetan itu. Bagaimana anda tidak
mengusirnya, sedangkan Allah bersama anda?
Jadikan
kehidupan dunia dan akhirat dalam satu wadah, lalu bersimpuhlah kepada Tuhanmu
dengan ketelanjangan hatimu, tanpa dunia dan tanpa akhirat. Janganlah anda
terima di ruang hatimu apa pun selain Allah, jangan pula kamu mengikat hatimu
dengan kemakhlukan. Putuskan semua sebab akibat, dan lepaskan semuanya. Jika
anda sudah bisa mandiri di sana, maka dunia ini anda jadikan untuk nafsumu,
akhirat untuk hatimu, Allah untuk Sirrmu (hakikat rahasia dirimu).
Wahai
sahabat. Jangan sampai anda bersama nafsu anda, bersama kesenangan nafsunya,
jangan bersama dunia, juga jangan bersama akhirat. Jangan. Janganlah bersama
semua, melainkan hanya bersama Allah Azza wa Jalla. Anda jika demikian,
benar-benar sampai pada Kemahabendaharaan Ilahi yang abadi, dan pada saat yang
sama, hidayah datang dari Allah, dimana tak ada lagi kegelapan setelah itu
semua.
Taubatlah
anda dari dosa anda, bergegaslah menuju Tuhan anda. Jika kamu taubat, taubatlah
dengan lahir dan batin anda. Karena taubat itu adalah jantung kedaulatan.
Lepaskan
baju-baju maksiatmu dengan taubat yang murni dan rasa malu kepada Allah secara
hakiki. Bukan dengan kesemuan dan kepura-puraan.
Itulah
amaliyah qalbu setelah penyucian badan dengan amaliyah syariat. Lahiriyah punya
amaliyah, batiniyah juga punya amaliyah. Qalbu, manakala telah keluar dari dari
aturan sebab akibat (duniawi) dan lepas dari ikatan dengan makhluk, maka Qalbu
akan mengarungi lautan tawakkal, lautan ma’rifat kepada Allah, dam lautan
IlmuNya bersamaNya. Qalbu akan meningggalkan sebab akibat duniawi, dan menuju
Sang Pencipta sebab akibat. “Dialah yang menciptakan diriku dan memberi hidayah
padaku.”
Allah
menunjukkan dari satu benua ke benua lain. Dari satu tempat ke tempat lain,
sampai berhenti di benua kemandirian yang istiqomah.
Manakala
disebut Tuhannya, langsung memancarlah ekspressinya, dan terbukalah
tirai-tirai, karena qalbu penempuh hanya menuju kepada Allah Ta’ala, menembus
jarak dan meninggalkan semuanya di belakangnya.
Apabila
dalam perjalannan ada ketakutan dan kekawatiran akan kehancuran, tiba-tiba
muncul imannya, lalu membuatnya jadi berani, lalu reduplah api ketakutan dan
kekawatiran. Lalu bergantu dengan cahaya kegembiraan, kebahagiaan dan
kesenangan melalui taqarrubnya.
Wahai
muridku. Jikalau telah tiba penyakit, maka hadirlah dengan kesabaran,
tenanglah, sampai obatnya tiba. Jika obatnya ada di tangan anda, terimalah
dengan tangan kesyukuran. Jika anda bisa demikian, anda hidup dalam kehidupan
masa depan. Ketakutan itu datangnya dari api yang memotong nurani kaum beriman,
membuat raut muka menguning, membuat hati jadi gelisah. Jika terjadi demikian
dari kaum beriman, Allah menumpahkan air Kasih sayangNya dan kelembutanNya,
lalu Allah membukakan pintu akhirat, sampai mereka melihat tempat tenteramnya.
Manakala
mereka tenteram dan tenang, serta riang jiwanya sejenak, Allah membukakan pintu
keagunganNya. Kemudian Allah menghadapkan hati dan sirr mereka pada Kebesaran
itu, yang membuat mereka sangat ketakutan dibanding yang pertama, tiba-tiba
Allah membukakan pintu KemahaindahanNya, lantas mereka tenang, tenteram dan
bangkit mendaki derajat-derajat keluhuran, satu demi satu.
Wahai
sahabatku. Jangan sampai cita rasamu hanyalah memenuhi hasrat makan dan minum,
pakaian dan perkawinan, kesenangan dan apa yang anda kumpulkan. Sebab semua itu
hanayalah citarasa nafsu dan watak. Lalu manakah citarasa qalbu dan sirrmu?
Citarasanya adalah menuju Allah Tala.
Citarasamu
adalah citarasa yang lebih penting dari sekadarnya, yaitu Allah, Tuhanmu dan
apa yang ada di sisiNya. Dunia ini hanya sebagai pengganti belaka, yang
sesungguhnya adalah kahirat. Makhluk semua adalah kesemuan, yang hakiki adalah
Khaliq. Ketika anda meninggalkan kepentingan dunia, maka anda akan meraih
gantinya, kenikmatan akhirat. Ukurlah usia anda di dunia ini, untuk sebuah
persiapan besar menyongsong akhirat, karena anda akan menerima datangnya
Malaikat maut.
Dunia
adalah tempat dapur para Sufi. Akhirat adalah pestanya. Jika datang kecemburuan
Allah, maka segeralah beralih, menuju maqam akhirat, lalu tidak lagi butuh
dunia dan tidak lagi butuh akhirat.
Wahai
para pendusta! Anda mencintai Allah ketika mendapatkan nikmat, tetapi ketika mendapatkan
bencana, anda telah lari dari Allah, seakan-akan anda putus cinta dengan allah.
Seorang hamba diukur dengan ujian, manakala anda tetap teguh bersama Allah
dalam musibah bencana, berarti anda memang mencintai Allah. Jika anda berubah,
sungguh anda ini dusta.
Seorang
laki-laki datang kepada rasulullah SAW, lalu berkata, “Wahai Rasulullah,
sungguh aku mencintaimu.” Rasulullah saw, menjawab, “Siapkan dirimu dengan
kefakiran sebagai pakaianmu.”
Laki-laki
lain datang kepada Nabi SAW, “Aku mencintai Allah Azza wa-Jalla.” Nabi saw,
menjawab, “Ambillah bencana sebagai pakaian.”
Mencintai
Allah dan mencintai Rasulullah saw, senantiasa disertai dengan kefakiran kepada
Allah dan ujian. Karena itu sebagian orang saleh berkata, “Setiap bencana
disertai pertanda agar tidak mudah klaim pengakuan. Sebab jika tidak demikian,
semua orang bisa mengklaim mencintai Allah Ta’ala. Lalu bencana dan kefakiran
sebagai pengokoh atas cinta ini.”
Tuhan,
berikanlah kami kebajikan di dunia, dan kebajikan di akhirat. Lindungilah kami
dari azab neraka.
SUMBER:https://ashakimppa.blogspot.com/2015/03/majelis-ke-1-jangan-berpaling-dari.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar