Ketika meneliti tentang tahajud ini, Sholeh mengambil sampel 51 anak SMU Lukmanul Hakim di Pesantren Hidayatullah Surabaya. Sebelum melakukan shalat tahajud, para siswa ini diambil darahnya lalu mereka melakukan shalat tahajud selama sebulan, kemudian diambil lagi darahnya dan setelah dua bulan shalat tahajud diambil sekali lagi darahnya.
“Variabel yang diteliti itu ada 9 yaitu makrovat, boisisovir, momorsi, antibodi, imbulin a, n,g, b,, e, dan hormon kortisol yang dihasilkan oleh anak ginjal. Kalau hormon kortisol penuh itu merupakan tanda-tanda kalau seseorang sedang mengalami stres. Penumpukan hormon ini dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker, liver, jantung. Hipertensi, dsb. Nah, ketika saya meneliti tahajud itu ternyata tahajud itu bisa mengurangi jumlah hormon kortisol yang meningkat menjadi luminitataif atau seimbang sehingga mengurangi tingkat stres seseorang. Jadi, sistem imunitasnya menjadi baik.
Memang, orang yang stres diketahui rentan dengan penyakit terutama kanker. Sebaliknya dengan tingkat stres yang rendah, berarti seseorang itu memiliki imun yang kuat sehingga tubuhnya mampu menyembuhkan berbagai penyakit. Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa shalat tahajud itu dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit,” papar aktivis di Ikatan Ahli Patobiologi Indonesia ini lagi.
Tetapi shalat tahajud yang dapat dirasakan manfaatnya tentu bukan sekadar “melakukan” shalat tahajud. Namun shalat tahajud yang dilakukan dengan khusuk, yang didasari oleh kesadaran mendalam terhadap makna, tujuan, dan konsekuensinya. “Jadi ini bukan sekedar ritual untuk menggugurkan kewajiban, sehingga pada pelaksanaannya tetap harus dikerjakan dengan rileks, namun rutin dan disertai dengan ketepatan gerakannya,” jelas ayah dari M. Rumrowi Shaleh (18), Ilma Nafia (14), M. Iza Darijal Ilmi (7), dan Dul Yah Darojah (5) ini.
dikutip dari tulisan prof.dr.moh.sholeh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar