Minggu, 16 Juni 2013

"Hakekat Anda Muslim"

Kamu mengakui sebagai muslim, sementara kamu menentang Allah azza wa-Jalaa, kontra pada hamba-hambaNya yang saleh. Kamu dusta dengan pengakuan itu. Islam itu bersumber dari kata Istislam, yang berarti menyerahkan diri pada ketentuan Allah Azza wa-Jalla, pada takdirNya, serta rela dengan tindakanNya disertai pijakan pada Kitab dan Sunnah RasulNya Saw. Jika anda bisa demikian, benarlah Islam anda.
dikutip dari www.sufinews.com

"SIBUKKAN DIRI BERDZIKIR PADA-NYA,DIBANDING MEMINTA PADA-NYA"


Hati-hatilah! Siapa yang berambisi rizki malah tidak dapat rizki, dan siapa yang berambisi untuk diberi malah tidak diberi. Sibukkan dirimu dengan  aktivitas taat kepada Allah Azza wa-Jalla dan tinggalkan bersibuk ria memburu dunia. Allah Azza wa-Jalla lebih tahu kebutuhan dan yang mashlahah bagimu. Dalam hadits Qudsi Allah Azza wa-Jalla berfirman:
“Siapa yang sibuk berdzikir padaKu dibanding meminta padaKu, Aku beri dia, pemberian yang lebih utama dibanding apa yang Aku berikan pada orang-orang yang minta.

Dzikir lisan saja, tanpa hati, tidak ada kemuliaan bagimu. Dzikir yang sesungguhnya adalah dzikirnya hati dan rahasia hati, baru menimbulkan dzikir lisan, dan berarti benar dzikir anda kepada Allah Azza wa-Jalla.
“Maka berdzikirlah kepadaKu, niscaya Aku mengingatmu, dan bersyukurlah kepadaKu dan jangan kufur padaKu.”  (QS. Al-Baqarah:152)

Dzikirlah kepada Allah Azza wa-Jalla, hingga engkau merasakan DzikirNya padaMu, dan dzikirlah kepadaNya sampai seluruh dosa-dosamu terhapuskan oleh dzikirmu, hingga dirimu sunyi dari dosa, lalu ta’at mu tanpa maksiat, maka disaat itulah Allah Azza wa-Jalla mengingatmu, dan anda tergolong orang yang berdzikir jauh dari mengingat makhlukNya, dzikirmu lebih dominan ketimbang permintaanmu, sampai semua tujuanmu adalah Dia mengalahkan semua tujuanmu yang ada.

Jumat, 14 Juni 2013

"nisfu sya'ban"



"Amalan bulan Sya'ban"

Amalan bulan Sya'ban:lakukan dengan ikhlas

1. Setiap hari mengucapkan istighfar sebanyak 70 kali (astaghfirullaahal-ladzi laa ilaaha illal-Lah, huwar-rahmaanur-rahiim, al hayyul-qayyum, wa atuubu ilaih).
2. Baca 100 kali Al-Ikhlas. dan sholawat (Allhumma sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad) sebanyak 100 kali. 
3. Baca surat Yasin, Al Mulk, Al Ikhlas
4. Baca "subhanallah, walhamdulillah, wa laa ilaaha illallah, wal-Lahu akbar (sebanyak 100 kali)"

Dikutip dari Amalan dibulan Sya'ban meniti jalan hidayah by Darmawan Batara

Minggu, 09 Juni 2013

"RENUNGAN SYARIAT,THARIQAT DAN HAKEKAT"


Syariat itu, hendaknya engkau menyembahNya, Tharikat hendaknya engkau menuju kepadaNya dan Hakikat hendaknya engkau menyaksikanNya.
Syariat itu untuk mendidik aspek-aspek lahiriyah, Thariqat itu untuk memperbaiki hal-hal batiniyah, sedangkan Hakikat itu untuk memperbaiki rahasia-rahasia batiniyah.
Mendidik aspek-aspek lahiriyah melalui tiga hal: Taubat, Taqwa dan Istiqomah. Mendidik hati melalui tiga hal pula: Ikhlas, Jujur dan Thuma’ninah. Sedangkan mendidik rahasia batin melalui tiga hal pula: Muroqobah, Musyahadah dan Ma’rifat.
Dari segi amaliyah di sini, adalah amaliyah yang mengupayakan penyucian raga, jiwa dan arwah. Sementara pengetahuan dan kema’rifatan sebagai buah dari penjernihan dan penyucian tersebut. Apabila rahasia-rahasia batin telah bersih dan suci, akan dipenuhi dengan pengetahuan dan kema’rifatan, serta cahaya-cahaya.
Jadi pendekatan epistemologi Sufistik menurut Thariqat Syadziliyah, adalah bahwa munculnya amal perbuatan hamba Allah itu bukan karena ilmu pengetahuan. Tetapi ilmu pengetahuan itu justru sebagai akibat dan buah dari amaliyah hamba Allah itu sendiri. Wallahu A’lam.
Dikutip dari www.sufinews.com

"RENUNGAN IMAM AL GHOZALI"


Wahai sobat renungkan pesan dari Imam Al-Ghazali ketika berkumpul dengan murid-muridnya dan kemudian beliau memberikan pertanyaan teka-teki…
Imam Ghazali : “Apakah yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?”
Murid 1 : Orang tua
Murid 2 : Guru
Murid 3 : Teman
Imam Ghazali : Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita ialah MATI. Sebab itu adalah janji Allah SWT bahwa setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati (Surah Ali-Imran : 185).
Imam Ghazali : “Apa yang paling jauh dari kita di dunia ini?”
Murid 1 : Negeri Cina
Murid 2 : Bulan
Murid 3 : Matahari
Iman Ghazali : Semua jawaban itu benar.
Tetapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari esok dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

Imam Ghazali : “Apa yang paling besar di dunia ini?”
Murid 1 : Gunung
Murid 2 : Matahari
Murid 3 : BumiI
Imam Ghazali : Semua jawaban itu benar, tapi yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al A’raf : 179).“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah SWT) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah SWT), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah SWT). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”.
Imam Ghazali : “Apa yang paling berat di dunia?”
Murid 1 : Baja
Murid 2 : Besi
Murid 3 : Gajah
Imam Ghazali : Semua itu benar, tapi
yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Surah Al-Azab : 72).
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat[*] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”.
[*]: Yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan.
Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allad SWT meminta mereka menjadi khalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya berebut-rebut menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia masuk ke neraka karena gagal memegang amanah. 
Dikutip dari www.sufinews.com

"KE-EGO-AN PENGHIJAB WUSHUL"


apabila Allah Ta'ala hendak mewushulkan dirimu padaNya, maka Allah menutupi sifatmu dengan SifatNya, dan menirai karaktermu dengan KarakterNya. Maka Wushul anda kepadaNya, adalah karena dari Dia kepadamu, bukan dari dirimu kepadaNya."

Wushul kepada Allah adalah mengenal Allah dan segala hal dirinya berada dalam liputan Ilahi. Namun bila Allah hendak mewushulkan anda, Allah Ta'ala menutupi dan menirai sifat-sifat anda, dengan Sifat-sifat Allah Ta'ala, dengan jalan Allah menfanakan anda dan mentajalikan Baqo' Nya, dan semua itu tidak akan terjadi manakala tidak ada kematian nafsu, pengkasan ego kepala, dan penyerahan ruh, dan menyerahkan segala hal yang bersifat duniawi.
Namun tidak satu pun bisa sempurna, tak satu pun mampu menmbersihkan dirinya secara total, bahkan seorang hamba tidak akan bisa membuang klaim-klaim alam ruhaninya, kecuali melalui pertolongan Allah Azza wa Jalla. Dan seluruh proses penfanaan itu adalah bukan perbuatan hamba atau upaya si hamba. Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzily menegaskan, "Seorang wali tidak akan sampai kepada Allah Ta'ala manakala dalam dirinya masih ada syahwat, atau masih ada keinginan mengatur dan keinginan berupaya." Seseorang tidak bisa sampai kepada Allah Ta'ala dengan "aku"nya, dengan "diri"nya.
Semua karena fadhal dan rahmatnya Allah swt. Karena itu kita harus terus menerus bergantung dengan Allah swt, bergantung dengan Sifat-sifatNya dengan meleburkan diri, sirna dan fana kepadaNya, namun semua itu akan gagal manakala tidak mendapatkan pertolongan dari Allah Ta'ala. Maka, di masyarakat kita, banyak orang mengaku wushul, banyak orang merasa telah ma'rifat, banyak orang merasa telah sampai kepada Allah Ta'ala, padahal jangankan bisa sampai kepada Allah, untuk membuang klaim dirinya bisa begini dan begitu saja, manusia tidak mampu. Allah Ta'ala lah yang bisa menenggelamkan kefakiran anda dalam Maha CukupNya, menghapus kelemahan anda dalam Maha KuatNya, ketakberdayaan anda dalam Maha KuasaNya, rasa hina anda dalam Maha MulyaNya. Semua karena Allah Ta'ala jua. Bukan karena diri anda, amal anda, perjuangan anda, ikhtiar anda. Bukan itu semuA.
Dikutip dari www.sufinews.com

"NAFSU PENGHIJAB KAROMAH"


Ada ha-hal luar biasa yang biasanya muncul pada para Sufi yang kelak disebut sebagai karomah. Tentu hal yang luar biasa itu tidak akan pernah muncul selama manusia tidak pernah menundukkan dirinya sendiri, dan karenanya hal-hal biasa juga tak pernah tertundukkan.
Hal yang luar biasa itu justru terletak pada keberanian seseorang untuk mengeluarkan dirinya dari dirinya, sebagaimana pandangan para Sufi, "Hakikatmu adalah keluarmu dari dirimu." Maksudnya kita bisa mengeluarkan hasrat nafsu kita dari diri kita.
Hikmah Ibnu Athaillah ini menyembunyikan rahasia, bahwa hakikat Karomah itu justru pada Istiqomah, dimana istiqomah tersebut tidak bisa diraih sepanjang manusia masih senang dan terkukung oleh kesenangan dan kebiasaan nafsunya.
Karena nafsu adalah hijab, dan wujud nafsu itu adalah rasa "aku" dalam diri kita sendiri.
Seorang Sufi ditanya, "Bagaimana anda sampai mencapai tahap luhur ini?"
"Aku bertauhid dengan tauhid paling utama, dan aku berbakti sebagaimana baktinya budak, serta aku taat kepada Allah swt atas perintahNya, apa yang dilarangNya. Maka setiap aku memohon, Dia selalu memberinya."
Dalam hadits shahih, Allah swt berfirman, "Tak ada orang yang mendekat kepadaKu sebagaimana dekatnya orang yang menunaikan apa yang Aku fardhukan kepada mereka, dan senantiasa hambaKu berdekat padaKu dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya. Maka bila Aku mencintainya, jadilah Aku sebagai Pendengaran baginya, menjadi Mata, Tangan dan Penguat baginya. Maka bila ia meminta padaKu, Aku pasti memberinya, dan bila ia meminta perlindungan padaKu, Aku pasti melindunginya…."
Menembus batas kebiasaan diri seorang hamba, berarti haruslah punya keberanian untuk menyadari kefanaannya dalam kehidupan sehari-hari. 
Karena itu, doktrin, "Aku bisa, aku mampu, aku hebat, aku kuat, aku berdaya…dsb…" Apalagi disertai dengan kata-kata, "Dariku, denganku, untukku, demiku, bagiku, bersandar aku…dsb," justru semakin mempertebal lapisan hijab demi hijab antara hamba dengan Allah swt.
Orang yang meraih karomah, pasti sirna dari keakuannya. Orang yang mendapatkan hal-hal luar biasa, justru fana' seluruh egonya.  Dan sebaliknya jika kesirnaan aku dan egonya tidak terjadi, maka hal-hal yang luar biasa tidak lebih dari Istidroj yang melemparkan dirinya dari Allah Ta'ala.
Dikutip dari www.sufinews.com 

"HAKEKAT MAKRIFAT,FANA,DAN CINTA"


“Siapa yang mengenal Allah Swt ia menyaksikanNya dalam segala hal. Dan siapa yang fana’ padaNya, ia sirna dari segalanya, dan siapa yang mencintaiNya tak akan pernah memprioritaskan selain Dia.”
Sang arif senantiasa memandang segalanya ada di sisiNya dan bagiNya, lalu ia tidak melihat yang lain kecuali Dia. Bagaimana ia melihat yang lain, --pasti mustahil-– ketika ia sedang melihatNya?
Disnilah Ibnu Athaillah as-Sakandary melanjutkan, “Siapa yang fana’ padaNya, ia sirna dari segalanya,” maka fana’ itu sendiri adalah menyaksikan Allah Swt, tanpa unsur makhluk, dimana hukum tindakan dalam sifat tidak masuk, karena sifat tindakan hanyalah efek belaka. Sehingga tak ada berita tentang tindakan jika dipandang dari segi Dia. Sifat disandarkan pada yang disifati, dan tidak lain kecuali Dia Satu-satuNya. Itulah kenyataan sirna dari segalanya bersamaNya, karena segalanya kembali padaNya.
Bila ma’rifat menimbulkan fana’. Dan kefanaan berdampak kesirnaan, maka kesirnaan itu menuntut adanya wujud prioritas. Maka cintalah yang menumbuhkan prioritas itu.
Kenapa? Karena hakikat cinta adalah teraihnya keindahan Sang Kekasih melalui kecintaan qalbu, hingga dalam situasi apa pun tak ada yang tersisa.Itulah yang kemudian disebutkan, bahwa cinta adalah memprioritaskan di Keabadian Kekasih.
Ma’rifat, Fana’ dan Cinta adalah tiga tonggak kewalian. Sang wali senantiasa ma’rifat kepada Allah Swt, senantiasa fana’ padaNya dan mencintaiNya. Siapa yang tidak memiliki kategori ini semua, maka ia tidak mendapatkan bagian dalam kewalian. Semoga Allah menjadikan kita golongan mereka. Amin. Demikian penjelasan Syeikh Zarruq dalam Syarah Al-Hikam.

dikutip dari www.sufinews.com

"SAHABAT SEJATI"

Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary.
“Tak ada sahabat sejatimu kecuali dia yang paling tahu aibmu, dan tidak ada (sahabat seperti itu) kecuali Tuhanmu Yang Maha Pemurah.
Sebaik-baik sahabatmu adalah yang  menuntutmu, tetapi sama sekali tuntutan itu tidak ada kepentingannya darimu untuk-nya.”

Tak ada yang lebih tahu aib kita secara detil dan rinci melainkan Allah swt, karena Dia-lah yang tak pernah meninggalkan anda ketika anda dalam kondisi hina dan tidak menolak anda ketika anda dalam kondisi sangat kurang, bahkan senantiasa mengasihi anda dalam situasi apa pun.
Pada saat begitu Dia memerintahkan anda dan melarang anda, namun anda maksiat pada-Nya, namun Dia tidak meninggalkan anda, bahkan dengan rasa belas kasih-Nya Dia memanggilmu untuk datang kepada-Nya di saat anda alpa.Namun jika yang tahu aib anda secara detil itu adalah makhluk, maka para makhluk pun justru meninggalkan anda dan melempari anda atas perbuatan anda selama ini.
Allah Swt tidak pernah meminta imbal balik kita dibalik perlindungan, perintah, tuntutan dan larangan-Nya. Sedangkan pergaulan dan persahabatan dengan makhluk penuh dengan tuntutan dan kepentingan. 
 rasa yaqin yang rendah dan lemah membuat anda terhijab dari semua itu. Karena itu Ibnu Athaillah melanjutkan:
“Seandainya cahaya yaqin memancar, pasti anda melihat akhirat lebih dekat padamu dibanding anda menempuhnya. Dan sungguh anda memandang keindahan dunia tak lebih dari reruntuhan fana yang tampak padanya.”
Dunia hanyalah khayal dalam wujudnya, apabila anda benar-benar tercerahi oleh cahaya yaqin.
Rasulullah saw, pernah bersabda, “Bila  cahaya masuk dalam hati, maka hati akan lapang…”
Rasul saw, ditanya, “Wahai Rasulullah apakah ada tanda untuk mengenal itu?”
Beliau menjawab, “Merasa kosong di negeri tipudaya dan kembali pada negeri keabadian, serta mempersiapkan bekal mati sebelum waktunya tiba…”
Dikutip dari www.sufinews.com

"DZIKR"

Ruh di sini merupakan wilayah Dzikir Dzat, dan Qalbu adalah wilayah Dzikir Sifat, sedangkan Lisan adalah wilayah Dzikir kebiasaan umum.
Tata cara Dzikir ada tiga perilaku :
1. Dzikir Bidayah (permulaan) untuk kehidupan dan kesadaran jiwa.
2. Dzikir Sedang untuk penyucian dan pembersihan.
3. Dzikir Nihayah (pangkal akhir) untuk wushul dan ma'rifat.
Dzikir bagi upaya menghidupkan dan menyadarkan jiwa, setelah seseorang terlibat dosa, dzikir dilakukan dengan syarat-syaratnya, hendaknya memperbanyak dzikir :
"Wahai Yang Maha Hidup dan Memelihara Kehidupan, tiada Tuhan selain Engkau."

Dzikir bagi pembersihan dan penyucian jiwa, setelah mengamai pengotoran dosa, disertai syarat-syarat dzikir, hendaknya memperbanyak :
"Cukuplah bagiku Allah Yang Maha Hidup nan Maha Mememlihara Kehidupan."

Ada tiga martabat dzikir :
Pertama, dzikir alpa dan balasannya adalah terlempar, tertolak dan terlaknat.
Kedua, dzikir hadirnya hati, balasannya adalah kedekatan, tambahnya anugerah dan keutamaan anugerah.
Ketiga, dzikir tenggelam dalam cinta dan musyahadah serta wushul.



Dzikir itu sendiri senantiasa dipenuhi oleh tiga hal :
  • Dzikir Lisan dengan mengetuk Pintu Allah swt, merupakan pengapus dosa dan peningkatan derajat.
  • Dzikir Qalbu, melalui izin Allah swt untuk berdialog dengan Allah swt, merupakan kebajikan luhur dan taqarrub.
  • Dzikir Ruh, adalah dialog dengan Allah swt, Sang Maha Diraja, merupakan manifestasi kehadiran jiwa dan musyahadah.
Dzikir Lisan dan Qalbu yang disertai kealpaan adalah kebiasaan dzikir yang kosong dari tambahan anugerah.
Dzikir Lisan dan Qalbu yang disertai kesadaran hadir, adalah dzikir ibadah yang dikhususkan untuk mencerap sariguna.
Dzikir dengan Lisan yang kelu dan qalbu yang penuh adalah ketersingkapan Ilahi dan musyahadah, dan tak ada yang tahu kadar ukurannya kecuali Allah swt.
Diriwayatkan dalam hadits : "Siapa yang pada wal penempuhannya  memperbanyak membaca "Qul Huwallaahu Ahad" Allah memancarkan NurNya pada qalbunya dan menguatkan tauhidnya.

Dalam riwayat al-Bazzar dari Anas bin Malik, dari Nabi saw. Beliau bersabda :
"Siapa yang membaca surat "Qul Huwallahu Ahad" seratus kali maka ia telah membeli dirinya dengan surat tersebut dari Allah Ta'ala, dan ada suara berkumandang dari sisi Allah Ta'ala di langit-langitNya dan di bumiNya, "Wahai, ingatlah, sesungguhnya si Fulan adalah orang yang dimerdekakan Allah, maka barang siapa yang sebelumnya merasa punya pelayan hendaknya ia mengambil dari Allah swt .

Diriwayatkan pula: "Siapa yang memperbanyak Istighfar, Allah meramaikan hatinya, dan memperbanyak rizkinya, serta mengampuni dosanya, dan memberi rizki tiada terhitung. Allah memberikan jalan keluar di setiap kesulitannya, diberi fasilitas dunia sedangkan ia lagi bangkrut. Segala sesuatu mengandung siksaan, adapun siksaan bagi orang arif adalah alpa dari hadirnya hati dalam dzikir."[pagebreak]

Dalam hadits sahih disebutkan:
"Segala sesuatu ada alat pengkilap. Sedangkan yang mengkilapkan hati adalah dzikir. Dzikir paling utama adalah Laa Ilaaha Illalloh".
Unsur yang bisa mencemerlangkan qalbu, memutihkan dan menerangkan adalah dzikir itu sendiri, sekaligus gerbang bagi fikiran.
Majlis tertinggi dan paling mulia adalah duduk disertai kontemplasi (renungan, tafakkur) di medan Tauhid. Tawakkal sebagai aktifitas qalbu dan tauhid adalah wacananya.
mengingat Allah dan mentauhidkanNya adalah RidloNya terhadap mereka bersamaNya, sebagaimana layakNya Dia Yang Maha Suci.

Ma'rifat itu melihat, bukan mengetahui. Melihat nyata, bukan informasi. Menyaksikan, bukan mensifati. Terbuka, bukan hijab. Mereka bukan mereka dan mereka tidak bersama mereka dan tidak bagi mereka. Sebagaimana firmanNya :
"Nabi Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan nikmat kepadanya." (Az-Zukhruf: 59)
"Dan jika Aku mencintainya, maka Akulah Pendengaran baginya, Mata dan tangan dan Kaki baginya."
dikutip dari www.sufinews.com

"HAKEKAT DO'A"

Dalam bahasa Sufistik, soal ikhtiar, doa dan takdir dilihat dari dimensi hakikatnya. Bahwa secara hakikat, upaya dan doa itu tidak akan menjadi sebab terwujudnya takdir, dan tidak akan mengubah takdir. Mengapa demikian? Karena takdir Allah Swt, dengan semua ketentuanNya telah mendahului ikhtiar dan doa kita. Bagaimana mungkin, sesuatu yang baru (berupaya upaya dan doa kita) bisa mengubah sesuatu yang mendahului  (ketentuan Allah Swt)?

Doa dan ikhtiar itu sesungguhnya juga takdir.
Bila Allah Swt hendak memberi anugerah seseorang, maka si hamba juga ditakdirkan dan diberi kemampuan untuk berdoa dan berikhtiar.
Doa dan ikhtiar hanyalah tanda-tanda takdir itu sendiri.
Allah memerintahkan kita berupaya dan berdoa agar kita memahami bahwa kita sangat terbatas dan tak berdaya, sehingga doa dan upaya adalah bentuk kesiapan kehambaan belaka agar kita siap menyongsong takdirNya.
Aturan syariat mengharuskan kita berikhtiar dan berdoa, karena syariat adalah aturan bagi keterbatasan manusia, dengan bahasa dan tugas manusiawi (taklifi), maka seseorang akan berdoa dan beriktiar dengan penuh kepasrahan dan kerelaan pada ketentuan dan pilihan terbaikNya. Bukannya berdoa untuk memaksaNya mengubah takdirNya.
Maka Ibnu Athaillah menegaskan dengan ucapan beliau:“Maha Besar (jauh) bila hukum AzaliNya harus disandarkan pada sebab akibat yang baru.”
Allah Swt adalah sebab segalanya. Dan segalanya bergantung semua kepada Allah Swt. Allah Swt tidak pernah menjadi akibat; seperti akibat kita berdoa Allah menuruti apa yang kita mau, akibat kita berusaha Allah mengubah takdirNya. Jauh dan Maha Suci dari hal-hal seperti itu.
Berdoa kita lakukan semata untuk ‘ubudiyah, manifestasi kehambaan kita akan terwujud ketika kita berdoa. Sebab dengan berdoa manusia merasa hina dina, merasa butuh, merasa tak berdaya dan merasa lemah di hadapanNya. Dan itulah hakikat ubudiyah dibalik doa, agar kita tetap menjaga rasa hina, rasa fakir, rasa tak berdaya dan rasa lemah. Karena dengan nuansa seperti itu kita akan cukup bersama Allah, mulia bersamaNya, mampu bersamaNya, kuat bersamaNya. Wallahu A’lam.
Dikutip dari www.sufinews.com

"NAFSU TERSEMBUNYI"


Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary
“Bagian nafsu dalam kemaksiatan itu jelas nyata. Sedangkan bagian nafsu di dalam ta’at, itu tersembunyi dan tidak nyata. Mengobati yang tersembunyi itu sangat sulit terapinya.”
Bahwa nafsu itu memiliki kecenderungan maksiat dan melakukan tindak maksiat itu sangat nyata dan jelas, karena naluri nafsu memang demikian. Namun ketika nafsu menyelinap di balik aktivitas taat, kebajikan, amaliah, sangat tersembunyi.
Sedangkan perselingkuhan nafsu dibalik taat dan ibadah kita begitu tersembunyi. Tiba-tiba ia merasa lebih tinggi dibanding orang lain, lebih suci, kemudian muncul rekayasa untuk manipulasi, dengan tujuan tertentu atau imbalan tertentu, yang menyebabkan riya’.
Mari kita bertanya pada diri sendiri dibalik nafsu yang tersembunyi ini. Apakah ketika kita beribadah, melakukan aktivitas kebajikan dan amaliyah lainnya, agar kita disebut berperan? Agar disebut lebih dibanding yang lain? Mendapat pujian  dan kehormatan orang lain? Anda sendiri dan orang-orang sholeh yang memiliki matahatilah yang mengenal karakter itu.
Ahmad bin Abul Hawary ra, mengatakan, “Siapa pun bila senang kebaikannya dipandang orang lain atau disebut-sebut, ia benar-benar musyrik dalam ibadahnya. Karena orang yang berbakti pada cinta, tidak senang bila baktinya dipandang oleh selain yang dijabdi.”
dikutip dari www.sufinews.com

Jumat, 07 Juni 2013

"5 LANDASAN IKHLAS"

Lima landasan ikhlas guna memperkokohnya:

  1. upayakan ikhlas dilandaskan akan mahabbah/cinta Alloh.Ketika tindak tanduk bertumpu pada cinta,maka muncul kekuatan luar biasa.coba renungilah:cinta akan menumbuhkan orang rela berkorban demi sang yang dicintai.
  2. upakan ikhlas dilandaskan karena rasa syukur/terima kasih pada Alloh.Semata-mata ucapan terima kasih pada-NYA.lantara dia telah menumpahkan nikmat pada kita.diantaranya kita = makhluk hidup dimulyakan oleh Alloh.Kita =diberi hidayah Alloh menjadi insan Muslim.
  3. upayakan ikhlas dilandaskan untuk orientasi akherat
  4. upayakan ikhlas dilandaskan untuk Alloh Swt semata.
  5. upayakan ikhlas dilandaskan pada adanya ikhlas itu sendiri.
Ikhlas memberi efek besar pada kehidupan manusia.diantaranya;sesosok nabi yusuf yang mukhlasin (qs.yusuf) niscaya akan terjaga dari kekejian dan keburukan.seperti;kemaksiatan,perzinaan dll.sesosok nabi Musa yang mukhlasin (qs.maryam 51),dijauhkan dari sifat kemunafikan (qs.annisa 145).Cobalah praktekan selama 40 hari semua karena Alloh,bisa sholat,bisa sedekah,bisa sehat,bisa jalan,bisa makan,dll semua adanya lantaran Alloh.(ikhlas)insya Alloh,akan tumbuh muka seri-seri,lisannya penuh hikmah,bicaranya seperti menyihir orang.
dikutip dari ceramah ust.m.shaleh Dharem Lc. disurabaya.

"HAKEKAT IKHLAS"

Hakekat ikhlas memuat pemahaman:

  1. Ikhlas = mengesakan Alloh dalam setiap tindakan.Tujuan akhir perbuatan hanya Alloh.Semua sikap,tindak tanduk terarah untuk mencari ridlo Alloh.
  2. Ikhlas = melupakan pandangan dari manusia apa yang kita lakukan.Tidak butuh penilaian manusia atau orang lain.
Amal dikategorikan kebaikan adalah berbanding lurus dengan bobot keikhlasan yang diembannya.
ini memiliki pemahaman;semakin tinggi bobot keikhlasan pada amal tersebut,maka Amal tersebut mempunyai   kategori amal kebaikan tinggi.
dikutip dari ceramah ust.m.shaleh dharem Lc. disurabaya.


Minggu, 02 Juni 2013

"10 tip dapat Cinta Allah"

10 tip dapat cinta Allah:

  1. Baca Qur'an dan ditadabur
  2. Lakukan amal-amal sunnat baik bentuknya sholat,shodaqoh dll
  3. Istiqomah berdzikir.Upayakan memiliki jadwal dzikir tiap hari
  4. Tinggalkan yang Allah tidak suka
  5. Pelajari dan hayati nama-nama Allah(asmaul husna)
  6. Pikirkan kebaikan Allah
  7. Cobalah kholwat di tengah malam,mengadukan unek-uneknya sama Allah
  8. Duduklah bersama-sama orang sholeh
  9. Jauhkan dari perbuatan yang dapat menjauhkan dari Allah
  10. Qiyamul lail
Dikutip dari ceramah ust.Syekh Ali Al Jaber.

"Tiga penciptaan Tuhan "

Tuhan menciptakan makhluk hidup  terbagi menjadi 3 type:
  1. Tuhan ciptakan Makhluk hidup dengan dibekali akal tapi tidak dibekali Syahwat(hawa nafsu).Makhluk ini adalah yang disebut sesosok MALAIKAT.
  2. Tuhan ciptakan Makhluk hidup dengan dibekali Syahwat tapi tidak dibekali akal.Makhluk ini adalah yang sering disebut BINATANG.
  3. Tuhan ciptakan Makhluk hidup dengan dibekali akal juga dibekali syahwat.Makhluk ini adalah penyempurnaan dari dua tipe penciptaan makhluk hidup di atas. yaitu MANUSIA.
Tuhan mengembankan pada manusia  dua amanat  yakni akal dan syahwat.Diantara keduanya,mana  yang akan mendominasi si manusia.Akalkah atau syahwatnya?maksud dan tujuan Tuhan adalah menguji  MANUSIA" siapakah  yang mencapai  amal terbaik dihadapan-NYA?". dikutip dari mukhasyatul qulub karya Imam al Ghazali.