Taubat yang diterima dan benar memiliki beberapa tanda. Diantaranya:
أن يكون بعد التوبة خيرا مما كان قبلها.
Setelah bertaubat menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Dan antaranya juga:
أنه لا يزال الخوف مصاحبا له لا يأمن مكرالله طرفة عين فخوفه مستمر إلى أن يسمع قول الرسل لقبض روحه:
Rasa takut menjadi pendampingnya dia tidak aman dengan makar Allah sekejap mata pun, dan takutnya akan terus menyertai sampai mendengar utusan Allah (Malaikat maut) untuk mencabut nyawanya:
"أﻻ تخافوا و لا تحزنوا و أبشروا بالجنة التي كنتم توعدون" [فصلت:30]
فهناك يزول الخوف.
"Janganlah kalian takut dan bersedih serta bergembiralah dengan syurga yang dijanjikan untuk kalian".
(Fushshilat: 30)
Di sanalah (syurga) rasa takut akan hilang.
Dan antaranya lagi:
انخلاع قلبه وتقطعه ندما و خوفا و هذا على قدر عظم الجناية و صغرها.
Rasa putus asa dalam hati dan Hancur sebagai wujud penyesalan dan rasa takut, ini sesuai kadar besar dan kecil perbuatan buruknya.
و هذا تأويل ابن عيينه لقوله تعالى:
Dan inilah tafsir Ibnu 'uyainah terhadap firman Allah SWT yang ertinya:
"لايزال بنيانهم الذي بنوا ريبة في قلوبهم إلا أن تقطع قلوبهم"
"Dan bangunan-bangunan yang mereka didikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan, kecuali jika hati mereka telah hancur".
(At-taubah: 110)
Beliau (Ibnu uyainah) berkata:
تقطعها بالتوبة.
Hancurnya hati dengan bertaubat
ولاريب أن الخوف الشديد من العقوبة العظيمة يوجب انصداع القلب وانخلاعه وهذا هو تقطعه وهذا حقيقة التوبة.
Dan tidak diragukan lagi bahawasanya rasa takut yang amat sangat bahagian dari hukuman besar yang menciptakan rasa pilu dan putus asanya hati, inilah kehancuran hati dan inilah hakikat taubat.
ومن موجبات التوبة الصحيحة أيضا:
Diantara yang akan muncul dalam taubat yang benar adalah:
كسرة خاصة تحصل للقلب لا يشبهها شيء و لا تكون لغير المذنب.
Remuknya hati dengan ciri khusus tidak ada yang menyerupai dan tidak terdapat di dalam hati pelaku dosa lainnya.
لاتحصل بجوع و لا رياضة و لا حب مجرد و إنما هي أمر وراء هذا كله؛
Ini tidak diraih dengan berlapar diri, berolah raga, dan sekadar cinta, dan ini sesungguhnya perkara di belakang itu semua.
تكسر القلب بين يدي الرب كسرة تامة قد أحاطت به من جميع جهاته، و ألقته بين يدي ربه طريحا ذليلا خاشعا؛
Remuknya hati di hadapan Allah adalah proses remuk yang sempurna yang meliputi dirinya dari segala arah dan menyerahkannya ke hadapan Tuhan-Nya dalam keadaan pasrah, hina dan takut.
فمن لم يجد ذلك في قلبه فليتهم توبته و ليرجع إلي تصحيحها، فما أصعب التوبة الصحيحة بالحقيقة و ما أسهلها باللسان و الدعوى!
Maka barangsiapa yang belum mendapatkan demikian di hatinya hendaknya ia curigai taubatnya dan segera kembali untuk memperbaikinya. Alangkah sulitnya taubat yang benar secara nyata dan alangkah mudahnya sekadar di lisan dan pengakuan semata!
وما عالج الصادق بشيء أشق عليه من التوبة الخالصة الصادقة.
Dan tidak ada penawar bagi orang yang jujur dengan sesuatu yang lebih berat dari taubat yang tulus dan jujur.
ولا حول و لا قوة إلا بالله.
Dan tidak ada upaya serta daya melainkan atas izin Allah.
“Kehidupan seorang muslim tidak dapat dicapai dengan sempurna, kecuali mengikuti jalan Allah Subhanahu wa Taala yang dilalui secara bertahap. Tahapan-tahapan itu antara lain: Taubat, Sabar, Faqir, Zuhud, Tawakal, Cinta, Makrifat dan Redha."
(Imam Al-Ghazali Rahimahullah Taala)
Lembutkanlah hati kita, usah biarkan ia menjadi keras, zikirlah istighfar dan taubat dengan penuh kerendahan hati. Umpama memohon sesuatu dari orang
yang kita sayangi.
Luruskan niat kita jangan campur adukan masa ibadah dengan duniawi.
Jadikanlah hamba sebenar hamba.
Taubat adalah pintu keselamatan bagi seseorang untuk menyelamatkan diri mereka daripada azab Allah. Allah tidak akan mengampunkan dosa seseorang selagi mana ianya tidak bertaubat.
Bilamana seseorang itu tidak berdosa sekalipun, dia bertaubat, taubatnya itu dikira ibadah.
Justeru, bertaubatlah sebelum pintu taubat tertutup...
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan: "Jangan salahkan Allah ﷻ jika Dia menangguhkan penerimaan doamu dan jangan pula kau jemu untuk berdoa.
Sebab sesungguhnya jika kamu tak memperoleh, kamu pun tak rugi.
Jika Dia tak segera menerima doamu di kehidupan duniawi, maka Dia akan menyisakan bagimu pahala di kehidupan kelak.
Rasulullah ﷺ bersabda :
"Pada Hari Kebangkitan,hamba- hamba Allah akan mendapati dalam kitab amalnya berbagai amal yang tak dikenalinya.
Lalu, dikatakan kepadanya bahwa itu adalah balasan dari doa-doanya di kehidupan dunianya yang belum dikabulkan disana."
Saat engkau berdoa, kau juga harus selalu berada dalam dua keadaan, yakni :
💠Kesadaran untuk selalu berdzikir kepada Allah.
💠Dan kesadaran untuk mentauhidkan-Nya, sepanjang waktu, setiap saat, siang atau malam, sehat atau sakit, suka atau duka. Atau, tahan saja doamu sambil menunjukkan keridlaan dan kepasrahan menerima kehendak Allah.
Seperti jasad mati di hadapan orang memandikannya atau seperti bayi di tangan perawat, atau seperti bola polo di depan pemain polo, yang menggulirkannya dengan tongkat polonya.
Dan, ketahuilah, takdir pun membolak-balikkan dirimu sekehendak-Nya."
✨📚 [Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Adab As-Suluk wa at-Tawassul ila Manazil al-Muluk].
Menurut Imam Nawawi Al-Bantani, seorang ahli hikmah pernah ditanya: “Jika ada seorang hamba bertobat, apakah dia bisa mengetahui bahwa tobatnya itu diterima atau tidak?“
Dia menjawab: “Aku tidak bisa memberi hukumnya, hanya saja tobat yang diterima itu memiliki tanda-tanda, yaitu:
1) Tidak merasa dirinya terpelihara dari
kemaksiatan;
2) Hatinya merasa bahwa kegembiraan itu jauh,
sedang kesedihan itu dekat;
3) Senang berdekatan dengan orang-orang yang
berbuat baik, sekaligus menjauhi orang-orang
yang berbuat buruk;
4) Memandang harta miliknya yang sedikit terasa
banyak dan memandang amal akhiratnya yang
banyak terasa sedikit;
5) Sibuk dengan ketaatan kepada Allah dan tidak
menyibukkan diri dalam mengais rezeki yang
telah dijamin oleh Allah;
6) Selalu memelihara lisannya, sering bertafakkur,
Kunci-kunci dan sebab-sebab datangnya rezeki yang paling penting, yang denganKUNCI2 REZEKI" itu dimohon turunnya rezeki dari Allah subhanahu wa ta’ala adalah:
1. Istigfar dan taubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari
segala dosa:
Firman Allah subhanahu wa ta’ala tentang Nabi Nuh ‘alaihissalaam,
“…Maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)
Firman Allah subhanahu wa ta’ala tentang Hud ‘alaihissalaam,
“Dan (dia berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu tobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS. 11: 52)
2. Berpagi-pagi dalam mencari rezeki:
Semestinya berpagi-pagi dalam mencari rezeki, berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,
اَللّهُمَّ بَارِكْ ِلأُمَّتِي فِى بُكُوْرِهَا
“Ya Allah, berkahilah umatku di pagi harinya.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (Q.S Al-Baqarah 186)
“‘Isa putera Maryam berdo’a: “Ya Allah Rabb kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau, beri rezekilah kami, dan Engkau-lah Pemberi rezeki Yang Paling Utama.” (Q.S Al-Maaidah 114)
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaaq: 2-3)
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raaf: 96)
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum: 41)
6. Tawakkal kepada Allah subhanahu wa ta’ala:
Maknanya: Bergantungnya hati hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata-mata.
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 3)
Dari ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
“Jika kalian bertawakkal kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan sebenarnya, niscaya Dia akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rizki kepada burung, ia berangkat di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali dalam kondisi kenyang.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
7. Tafarrug (memusatkan diri) untuk beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala:
Maknanya adalah: Hadirnya hati, khusyu’ dan tunduk kepada Allah subhanahu wa ta’ala saat beribadah.
Dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
“Rabbmu Yang Maha Tinggi berfirman: Wahai anak Adam, pusatkanlah dirimu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku mengisi hatimu dengan kekayaan dan Aku mengisi kedua tanganmu dengan rezeki. Wahai anak Adam, janganlah engkau menjauhkan diri dari-Ku, sehingga Aku mengisi hatimu dengan kefakiran dan Aku mengisi kedua tanganmu dengan kesibukan.” (HR. al-Hakim)
8. Mengikutkan antara haji dan umrah:
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu’anh, ia berkata:
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: ‘Ikutkanlah (teruskanlah) di antara haji dan umrah, sesungguhnya keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa, sebagaimana ubupan (alat peniup) tukang besi menghilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan tidak ada pahala bagi haji mabrur selain surga.” (HR.at-Tirmidzi dan An-Nasa`i)
“Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: ‘Wahai anak Adam, berinfaklah niscaya Aku berinfak kepadamu.” (HR. Muslim).
10. Berinfak kepada orang yang mengkhususkan diri untuk menuntut ilmu syar’i:
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, ia berkata:
كَانَ أَخَوَانِ فِى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَكَانَ أَحَدُهُمَا يَأْتِي النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَاْلآخَرُ يَحْتَرِفُ فَشَكَا الْمُحْتَرِفُ أَخَاهُ اِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: لَعَلَّكَ تُرْزَقُ بِهِ
“Ada dua orang bersaudara di masa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, salah seorang dari keduanya datang kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam (untuk menuntut ilmu) dan yang lain bekerja. Maka yang bekerja mengadukan saudaranya kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, lalu Beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: ‘Bisa jadi engkau diberi rezeki karena saudaramu.” (HR. At-Tirmidzi)
11. Silaturrahim (Menjaga dan Menyambung Hubungan Kekerabatan dan Kekeluargaan):
Yaitu memberikan sesuatu berupa kebaikan kepada karib kerabat dan menolak bahaya dari mereka, serta berbuat baik kepada mereka. Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, ia berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang senang dibukakan rizkinya atau dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturrahmi.” (Muttafaqun ‘alaih)
12. Memuliakan orang-orang lemah dan berbuat baik kepada mereka:
Dari Mush’ab bin Sa’ad, ia berkata, ‘Sa’ad radhiyallahu’anhu menganggap bahwa ia mempunyai kelebihan dari orang lain, maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisaa`: 100)
[Dari kitab Mukhtashor Al-Fiqh Al-Islami karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah At-Tuwaijiri hafizhahullah]
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’anul Karim, yang artinyal
“Wanita (istri) shalehah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34).
Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa istri yang shalehah ialah istri yang taat kepada suami dikarenakan Allah SWT. Namun, apakah hanya itu yang membuat seorang istri dinyatakan sebagai seorang istri yang shalehah?
Maka, berikut ini akan dijelaskan mengenai ciri-ciri istri yang shalehah baik menurut Al-Qur’an maupun hadist, yakni:
Taat dan Bertaqwa kepada Allah SWT
Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya;
“Wanita dinikahi karena empat hal yakni karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka dapatkanlah wanita yang taat beragama niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari).
Berdasarkan hadist tersebut, jelas bahwa yang diutamakan ialah seorang wanita yang taat beragama untuk dijadikan sebagai istri. Karena wanita yang taat beragama, ia patuh dan tunduk kepada Allah Sang Khaliq dan bertaqwa kepadanya. Insya Allah, tiada wanita yang bertaqwa kepada Allah akan berlaku khianat kepada suaminya kelak karena wanita yang taat dan bertaqwa kepada Allah sadar akan hak dan kewajibannya sebagai seorang istri.
Bisa membaca AL-Qur’an (Mengaji)
Sangat diutamakan bagi seorang wanita untuk bisa mengaji atau membaca Al-Qur’an. Semakin baik lagi jika mampu menghafal ayat-ayat Allah tersebut. Tidak hanya itu, mengerti dan memahami serta mengamalkan apa-apa yang terkandung di dalam Al-Qur’an sangat baik untuk dilakukan karena Al-Qur’an sendiri merupakan tuntunan hidup yang langsung diberikan oleh Allah SWT kepada kita umat manusia.
Membiasakan diri mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an kepada anak ketika seorang wanita sedang hamil juga sangat baik untuk dilakukan, yang insya Allah mampu membantu merangsang perkembangan otak janin. Karena itu, istri yang shalehah sangat diutamakan untuk bisa membaca Al-Qur’an.
Berperilaku terpuji (akhlakul karimah)
Seorang istri yang shaleh tidak akan berbuat maksiat maupun lalai terhadap apa-apa yang menjadi tanggung jawabnya. Senantiasa bersikap lemah lembut, bertutur kata yang baik dan terpuji, serta bersikap sopan dan santun terhadap suami.
Itulah sebabnya mengapa islam menganjurkan untuk memeilih calon pendamping hidup sesuai syariat agama, karena wanita shalehah adalah sebaik-baiknya perhiasan di dunia. Terlebih untuk membangun rumah tangga dalam Islam yang sakinah, mawadah warahmah.
Menjaga rahasia maupun aib suami
Istri yang shalehah tidak akan pernah menceritakan atau membeberkan keburukan atau kekurangan suami karena itu merupakan aib suami. Istri shalehah juga tidak akan pernah menceritakan perihal hubungan intim mereka kepada orang lain. Sebagaimana dalam sebuah hadist diceritakan sebagai berikut:
Asma binti Yazid RA menceritakan bahwasanya ia pernah berada di sisi Rasulullah SAW ketiak kaum lelaki dan wanita juga sedang duduk. Rasulullah SAW kemudian bertanya;
“Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka semua orang yang ada di sana diam, tidak menjawab. Kemudian Asma binti Yazid RA menjawab; “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami).” Rasulullah SAW pun bersabda: “Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad).
Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.”(HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy- Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287).
Melayani suami dengan baik
Tugas seorang istri ialah melayani suami (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya, termasuk melayani kebutuhan biologis suami. Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya;
“Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur, tapi istrinya tidak mau melayaninya, lalu suami tidur dalam keadaan marah. Maka Malaikat melaknat istrinya hingga datang waktu pagi (subuh).”
Puteri Nabi Muhammad SAW, yakni Sayyidah Fathimah binti Muhammad SAW, dengan suaminya Ali bin Abi Thalib. Fathimah sangat patuh terhadap suami. Bahkan kedua tangan beliau sampai lecet-lecet karena menggiling gandum. Kemudian ketika beliau datang ke tempat Ayahandanya, ingin meminta seorang pembantu, sang Ayah pun memberikan nasihat berupa;
“Maukah aku tunjukkan kepada kalian berdua apa yang lebih baik daripada seorang pembantu? Apabila kalian ingin mendatangi tempat tidur kalian atau ingin berbaring bacalah Allaahuakbar 34 kali, Subhanallah 33 kali, dan Alhamdulillah 33 kali. Ini lebih baik daripada seorang pembantu.” (HR. Bukhari).
Melayani suami dengan baik termasuk kedalam kewajiban istri terhadap suami, oleh karenanya apa saja yang istri lakukan untuk suami, untuk kebahagian dan kepuasan suami merupakan ladang pahala bagi sang istri.
Tidak pemarah
Dalam kehidupan berumah tangga selalu ada suka dan dukanya. Bahkan tak jarang kesalahan kecil bisa memicu perdebatan antar suami istri. Demi mencegah hal demikian, salah satu ciri daripada istri shalehah ialah tidak mudah marah, terutama atas perbuatan salah yang mungkin sengaja maupun tidak sengaja dilakukan oleh suami. Sebab manusia memang tidak ada yang sempurna, pasti ada saja perbuatan salah yang dilakukannya.
Sebagai istri hendaknya tidak mudah terpancing emosi serta tidak menghakimi suami atas kesalahan yang dibuatnya. Istri shalehah akan berutur kata lembut dan memaafkan perbuatan salah suami, kemudian memberitahukannya dengan baik-baik bahwa perbuatan suami itu adalah salah sehingga suami bisa mawas diri dan tidak akan mengulangi kesalahannya lagi. Dengan demikian, perselisihan pun bisa dihindari.
Memperindah dan mempercantik diri untuk suami
Sungguh keliru jika seorang wanita berpikir bahwa ia hanya perlu bersolek atau mempercantik diri dihadapan orang lain, sementara dihadapan suami hanya berpenampilan seadanya; bahkan ada yang berpikir tidak perlu merias diri jika dihadapan suami sendiri. Padahal, justru dihadapan suamilah seharusnya seorang istri membaguskan penampilannya karena memang suami adalah maharamnya dan halal untuk melihat dirinya.
Sedangkan jika dihadapan khalayak ramai, seorang wanita diwajibkan untuk menutupi auratnya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya;
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalehah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud).
Bersegera ketika melayani suami
Adalah wajib bagi istri untuk memenuhi kebutuhan biologis atau hasrat suami ketika diminta, terkecuali dalam keadaan atau alasan tertentu yang tidak memungkinkan untuk istri memenuhinya (sesuai syar’i). Maka, seorang istri yang shalehah akan bersegera untuk memenuhi permintaan suami tersebut, sebab ia tahu bahwa sesuai dengan hadist Rasulullah SAW yang artinya;
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim).
Menjaga harga diri dan kehormatan dengan sebaik-baiknya
Istri yang shalehah pasti menjaga diri dan kehormatannya dengan baik terutama ketika ia tidak sedang bersama suaminya. Kesalahan besar bagi seorang istri yang berhubungan intim kecuali dengan suaminya karena zina merupakan dosa besar yang dilaknat Allah SWT, sebagaimana firman-Nya yang artinya;
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Israa’ : 32).
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Mumtahanah : 12).
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nuur : 2-3).
Kemudian juga diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda yang artinya; “Tiga jenis orang yang Allah tidak mengajak berbicara pada hari kiamat, tidak mensucikan mereka, tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih: Orang yang berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang sombong.” (HR Muslim).
Diriwayatkan dari Al-Miqdad bin Al-Aswad RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada para sahabatnya;
“Bagaimana pandangan kalian tentang zina?” Mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya maka ia haram sampai hari kiamat.” Beliau bersabda, “Sekiranya seorang laki-laki berzina dengan sepuluh orang wanita itu lebih ringan daripada ia berzina dengan isteri tetangganya.” (HR. Bukhari).
Perhatian kepada suami
Tidak hanya perempuan yang ingin selalu diperhatikan, tetapi lelaki pun juga sama. Sebagai seorang istri, maka istri yang shalehah tidak akan egois menempatkan dirinya saja yang ingin selalu dimanja oleh suami, melainkan ia sadar bahwa suami pun perlu untuk selalu diperhatikan dan diperlakukan dengan baik. Perhatian bisa ditunjukkan dengan cara istri selalu sigap memenuhi kebutuhan suami, bahkan hanya dengan sebuah senyuman ketika menyambut suami pulang bekerja pun sudah termasuk perhatian kepadanya.
Pandai bersyukur terhadapa kebaikan suami
Apapun yang diberikan suami, asalkan itu halal adanya, maka seorang istri harus pandai bersyukur atas apa-apa yang telah diberikan kepadanya. Istri yang shalehah tidak akan mengabaikan kebaikan yang diberikan suamianya.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya;
“Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Bukhari).
Menyenangkan hati suami
Sebagai istri, tiada yang lebih baik dibandingkan melihat suami yang tersenyum ikhlas dan senang melihat kita. Oleh sebab itu, penting bagi seorang istri untuk selalu berusaha menyenangkan hati suami, karena ini juga merupakan salah satu ciri istri yang shalehah.
Melegakan hati suami
Rasulullah SAW bersabda yang artinya;
”Bagi seorang mukmin laki-laki, sesudah takwa kepada Allah SWT, maka tidak ada sesuatu yang paling berguna bagi dirinya, selain istri yang shalehah. Yaitu, taat bila diperintah, melegakan bila dilihat, ridha bila diberi yang sedikit, dan menjaga kehormatan diri dan suaminya, ketika suaminya pergi.” (HR. Ibnu Majah).
Memiliki sifat amanah (dapat dipercaya)
Rasulullah SAW bersabda yang artinya;
”Ada tiga macam keberuntungan (bagi seorang lelaki), yaitu: pertama, mempunyai istri yang shalehah, kalau kamu lihat melegakan dan kalau kamu tinggal pergi ia amanah (dapat dipercaya) serta menjaga kehormatan dirinya dan hartamu.” (HR. Hakim).
Dapat memberikan ketenangan
Allah SWT berfirman yang artinya;
”Di antara tanda kekuasaan-Nya, yaitu Dia menciptakan pasangan untuk diri kamu dari jenis kamu sendiri, agar kamu dapat memperoleh ketenangan bersamanya. Sungguh di dalam hati yang demikian itu merupakan tanda-tanda (kekuasaan) Allah bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum : 21).
Di sinilah diperlukannya sifat saling terbuka serta selalu menempatkan diri sebagai seorang yang bisa diandalkan sekaligus bisa menjadi tempat sandaran bagi suami, baik dalam suka maupun duka dalam menjalani kehidupan berumah tangga.
Tidak keluar rumah tanpa seizin suami
Tidak dibenarkan kepada seorang istri keluar dari rumahnya kecuali atas izin suami dan dengan tujuan yang jelas serta untuk kebaikan. Maka, janganlah ketika menjadi seorang istri justru pergi keluyuran keluar rumah terlebih ketika suami tidak ada hanya untuk mengobrol dengan tetangga yang ujung-ujungnya bisa berubah menjadi mengghibah bahkan fitnah.
Istri yang shalehah tahu dan sadar akan kewajibannya untuk menjaga diri sehingga ia tidak akan pergi dari rumah jika tidak memiliki keperluan dan tanpa izin suami. Allah SWT berfirman yang artinya;
“Maka wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). (QS. An-Nisaa : 34).
Tidak pencemburu
Cemburu dimulai dari rasa curiga karena tingkat kepercayaan yang sedikit. Seorang istri terkadang merasa khawatir tentang apa yang dilakukan oleh suaminya ketika suami sedang bekerja atau ketika mereka tidak bersama. Maka, istri yang shalehah akan meminta kepada Allah SWT agar suaminya selalu dalam lindungan-Nya serta dijauhkan dari hal-hal yang buruk dan membuat fitnah.
Istri shalehah tidak akan mencurigai suami ini itu bahkan sampai menuduhnya, yang akhirnya akan berujung pada pertikaian yang sebenarnya tidak perlu.
Tidak malas
Tidak ada istri shalehah yang bersifat pemalas, baik dalam urusan rumah tangga maupun urusan pribadinya sendiri. Sebagai seorang istri, ia sadar akan tugas dan tanggung jawabnya sehingga tidak akan bermalas-malasan sedangkan ia tahu bahwa suami bekerja untuk memenuhi nafkah mereka.
Istri yang shalehah rajin melakukan pekerjaan apapun, tidak terkecuali soal mengurus rumah seperti mencuci piring atau mengepel. Semua itu ia lakukan semata-mata untuk mendapat ridha Allah SWT, serta untuk menyenangkan suami. Istri yang rajin, pasti akan disayang suami juga.
Tidak menyibukkan diri sendiri saat bersama suami
Terutama ketika di rumah, istri sholehah tidak akan membuat atau mengerjakan pekerjaan yang menjadikan dirinya nampak sibuk ketika bersama suami. Akibatnya, suami tidak dapat bermanja-manja dengannya. Termasuk dalam hal ini ialah mengerjakan ibadah-ibadah sunnah sekalipun.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya;
“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya.” (HR. Bukhari).
Menjaga kehormatan dan harta suami
Istri yang shalehah senantiasa menjaga kehormatan dan kebaikan rumah tangganya baik saat suami ada maupun sedang bepergian. Istri yang shaleh juga tidak akan tamak dengan menghambur-hamburkan harta pemberian suami, melainkan menjaganya dengan baik, serta dibelanjakan dengan cara yang baik pula.
Tidak membantah ucapan suami
Seorang istri tidak benar apabila membantah perkataan suaminya, terkecuali jika yang dikatakan suami adalah salah. Meski salah pun, sebagai istri harus berbicara dan menasihati dengan lemah lembut agar tidak terjadi kesalahpahaman yang tidak perlu. Di sinilah pentingnya manajemen emosi dan komunikasi.
Karena pria kadang cenderung lebih tempramen sebab lebih banyak mengandalkan logika dibandingkan perasaan terutama ketika sedang terlibat perbedaan pendapat dengan istri, perempuan justru sebaliknya, lebih mempertimbangkan perasaan dibandingkan kenyataannya. Sehingga, diharapakan seorang istri mampu menenangkan suaminya apabila ia sedang marah dan tidak membantah atau mengacuhkannya.
Cerdas
Istri shalehah ialah istri yang cerdas, bukan sekedar pintar. Sebab, cerdas berarti seorang istri memiliki intelegensi yang baik dan berbanding lurus dengan kecerdasan emosional. Istri yang cerdas inilah yang menjadi dambaan daripada setiap pria. Sebab, dari istri shalehah yang cerdaslah mampu dihasilkan keturunan yang cerdas pula. Karena wanita yang cerdas, insya Allah dapat memberikan pendidikan dan menjadi panutan yang baik bagi anak-anak kelak.
Tidak melimpahkan tanggung jawab pada suami
Istri yang shalehah telah mengetahui apa-apa saja yang menjadi tugas dan kewajibannya sebagai seorang istri terhadapa suami. Termasuk dalam kewajiban istri ialah memenuhi segala kebutuhan suami seperti menyediakan makan dan merawat anak. Jangan sampai pekerjaan tersebut justru dilimpahkan kepada suami, sampai ada sebutan suami rumah tangga.
Istri shalehah tidak akan pernah membiarkan suaminya mengerjakan pekerjaan rumah yang memang sewajarnya adalah tugas istri. Ini juga agar tidak membebani suami yang telah memiliki kewajibannya sendiri yakni untuk menafkahi keluarga.
Tidak mengizinkan sembarang orang masuk ke dalam rumah
Istri yang shalehah tidak akan pernah sembarangan mengizinkan orang lain masuk ke dalam rumah, apalagi orang asing dan berlawanan jenis yang bukan mahramnya. Hendaknya meminta izin kepada suami, terutama ketika suami sedang tidak berada di rumah.
Hal ini semata-mata untuk menghindari terjadinya fitnah maupun hal-hal yang tidak diinginkan. Serta untuk menjaga harga diri dan kehormatan istri sendiri. Singkatnya, demi kebaikan istri dan keluarga juga.
Menghormati mertua maupun keluarga suami
Mertua ialah ibu dari suami, yang dengan kata lain sebagaimanapun jadinya, seorang suami tetaplah seorang anak yang harus berbakti kepada ibunya (sama saja halnya dengan istri yang sekalipun tanggung jawabnya telah ada pada suami, ia tetap harus berbakti kepada orang tuanya). Namun bedanya tanggung jawab suami sebagai anak tetap sama sekalipun ia telah memiliki istri. Oleh sebab itu, istri yang shalehah tidak akan pernah merasa cemburu jika suaminya banyak memerhatikan ibunya, justru istri shalehah akan bangga karena suaminya sangat berbakti kepada ibunya.
Istri shalehah juga tidak akan berkeras hati maupun emosi terhadapa ibu mertua yang terkadang ada yang memiliki sikap tidak mengenakkan (misalnya suka mengatur ini itu). Istri shalehah akan mengalah namun tetap bersikap baik serta berusaha mengambil hati sang Ibu mertua.
Bersegera meminta maaf
Sebagai manusia yang tidak pernah luput dari salah dan khilaf, seorang istri yang shalehah sekalipun pasti tidak akan luput dari dosa. Maka, ketika merasa telah melakukan hal yang salah, bersegeralah meminta maad kepada suami dan tidak pernah menunda-nundanya.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya;
“Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang wanita-wanita kalian penduduk surga? Yaitu wanita yang penyayang (kepada suaminya), yang subur, yang selalu memberikan manfaat kepada suaminya, yang jika suaminya marah maka iapun mendatangi suaminya lantas meletakkantangannya di tangan suaminya seraya berkata; “Aku tidak bisa tenteram tidur hingga engkau ridho kepadaku.“ (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Sahihah no 287).
Bersedia diajak shalat malam
Nabi Besar Muhammad SAW bersabda yang artinya;
“Apabila seorang lelaki (suami) membangunkan istrinya di waktu malam hingga keduanya mengerjakan shalat atau shalat dua rakaat semuanya, maka keduanya dicatat termasuk golongan laki-laki dan perempuan yang berzikir.” (HR. Abu Dawud).
Ibadah shalat malam merupakan salah satu ibadah sunnah yang sangat mulia. Maka, ketika seorang suami mengajak istrinya yang tengah terlelap tidur untuk bangun mengerjakan shalat sunnah di tengah malam, sesungguhnya wanita yang mendapat suami demikian adalah sangat beruntung. Istri yang baik pun tidak akan menolak ajakan suaminya tersebut bahkan sebaliknya, bila perlu istrilah yang mengajak suami untuk melakukan ibadah shalat malam tersebut yang artinya bersama-sama mengajak dalam kebaikan.
Sabda Rasulullah SAW yang artinya;
“Semoga Allah merahmati seorang lelaki (suami) yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya hingga istrinya pun shalat. Bila istrinya enggan, ia percikkan air ke wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang wanita (istri) yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan suaminya hingga suaminya pun shalat. Bila suaminya enggan, ia percikkan air ke wajahnya.” (HR. Abu Dawud).
Tidak menunjukkan wajah sedih
Istri yang shalehah tidak akan menunjukkan raut wajah sedihnya dihadapan suami terlebih ketika suami sedang bergembira. Juga tidak akan berlaku sebaliknya yakni ketika suami sedang bersedih, istri justru menunjukkan wajah gembira. Senantiasa, istri yang shalehah tahu di mana dan bagaimana ia harus menempatkan diri dihadapan suaminya agar suami senang dan merasa lega, serta tidak membuat suami merasa terbebani. Karena istri yang shalehah akan berusaha memahami dan memaklumi sikap dan sifat suaminya.
Mencium tangan suami
Mencium dan menyalami tangan suami ketika ia berangkat maupun kembali dari bekerja atau bepergian merupakan salah satu wujud dari sikap taat dan patuh terhadap suami.
Tidak meninggikan suara dihadapan suami
Beberapa orang mungkin ada yang terbiasa atau pada dasarnya memang memiliki suara yang cukup tinggi bahkan ketika berbicara pun ia akan terlihat seperti berteriak. Namun, itu bukan menjadi alasan untuk tidak bersikap lembut dihadapan suami. Sebab, istri yang shalehah akan berusaha sebisa mungkin bertutur kata yang lembut serta tidak meninggikan suaranya terutama dihadapan suami.
Wangi
Tubuh yang bersih dan wangi tidak hanya untuk menjaga kesehatan diri sendiri tetapi juga agar suami senantiasa tertarik dan senang ketika memandang dan berada dekat dengan istri. Maka, istri yang shalehah akan memerhatikan hal-hal kecil tersebut seperti wewangian apa yang kiranya suaminya sukai maka akan ia pakai agar suaminya senang. Istri shalehah tidak akan membiarkan suaminya sampai menghirup aroma yang tidak menyenangkan dari tubuhnya.
Tidak menceritakan tentang lelaki maupun wanita lain
Menceritakan seseorang, terutama yang merupakan lawan jenis dihadapan suami sebaiknya tidak dilakukan. Terkecuali untuk mengambil hikmah dan kebaikan misalnya dari seorang tokoh agama maupun pemuka masyarakat yang adil bijaksana agar diri maupun suami bisa bersama-sama mengambil contoh yang baik.
Termasuk dalam menceritakan kecantikan wanita-wanita lain yang sekalipun adalah teman sendiri karena ditakutkan suami justru akan terbayang-bayang akan sosok wanita yang diceritakan tersebut. Karenanya, istri shalehah harus bisa memilah dengan baik mana yang sebaiknya dibicarakan dengan suami mana yang tidak.
Yang terpenting dari ciri-ciri seorang istri shalehah ialah ia melakukan segala sesuatunya dengan ikhlas karena mengharap ridha Allah SWT semata; bukan berbuat baik dan taat pada suami karena ada maunya. Semoga bermanfaat…
“Tidak boleh seorang manusia bersujud kepada manusia yang lain, andai boleh seseorang manusia sujud kepada manusia yang lain niscaya akan aku perintahkan seorang istri sujud kepada suaminya, karena keagungan hak suaminya atasnya. Dan demi (Allah) yang jiwaku ada di tangan-Nya, andaikan soerang suami memiliki luka dari ujung kaki sampai kepalanya yang mengalirkan nanah dan darah, kemudian seorang istri menjilatinya maka belumlah ia memenuhi seluruh hak suaminya.” [HR. Ahmad dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Shahihul Jami’: 7725]
Akan tetapi tidak boleh seorang wanita mempertentangkan antara hak orang tuanya dan suaminya, namun masing-masing ditunaikan sesuai kemampuannya.
Karena orang tua punya hak yang besar atas anak, wajib bagi anak untuk selalu berbakti kepada orang tuanya.
2. Kewajiban istri menaati suaminya dalam seluruh perintahnya dan keinginannya, selama bukan dosa, karena hak Allah ta’ala lebih agung dari hak siapa pun, menaati-Nya lebih didahulukan dari siapa pun selain-Nya.
Al-Hafizh Al-Munawi rahimahullah berkata,
ومقصود الحديث الحث على عدم عصيان العشير والتحذير من مخالفته ووجوب شكر نعمته وإذا كان هذا في حق مخلوق فما بالك بحق الخالق
“Maksud hadits: Dorongan bagi istri agar tidak durhaka kepada suami, serta peringatan agar tidak menyelisihinya, dan kewajiban berterima kasih dengan pemberiannya. Apabila ini wajib pada hak makhluk maka tentu lebih wajib lagi pada hak Allah ta’ala.” [Faidhul Qodir, 5/419]
“Barangsiapa menunjukkan satu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya.” [HR. Muslim dari Abu Mas’ud Al-Anshori radhiyallaahu’anhu]