Minggu, 30 Oktober 2022

MELEMBUTKAN QASWATUL QALB*

 *Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh*


*


Sekali waktu barangkali kita pernah merasakan sulit sekali untuk bersyukur. Hidup terasa hampa. Banyak keinginan tak kunjung terpenuhi. Akibatnya, hati terasa keras dan membatu. Kesombongan menyelimuti kehidupan dari hari ke hari dan saat mendapat nasehat dari saudara, teman, atau ustadz sekalipun, kita merasa digurui. Ketahuilah sesungguhnya kita tengah terjangkit penyakit _qaswatul qalb_ atau hati yang membatu...


Semakin banyak kemaksiatan kita lakukan sesungguhnya semakin membuat hati kita mengeras dan membatu. Allah Azza wa Jalla berfirman, 


ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّن بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاء وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَمَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ


“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya.” 


(QS. Al-Baqarah: 74)


Maka, kata Ibnul Qayyim, 


القَلْبُ المَيْتٌ القَاسِيُ كاَلشَجَرَةِ اليَابِسَةِ، لاَ يَصْلِحَانِ إِلَا النَار — ابن القيم


"Hati seseorang yang telah kering dan membatu, ia bagaikan pohon yang meranggas dan mati. Keduanya hanya pantas dilalap api." _Nau'dzubillah min dzalik..._


Memang, ada banyak sebab kerasnya hati. Qadhi al-Fudail berkata, “Tiga peristiwa yang menyebabkan hati membatu; terlalu banyak makan, terlalu banyak tidur dan terlalu banyak berbicara.” Bahkan, makan yang berlebihan merusak kesehatan badan. Ibnu Sina, pakar kedokteran Islam generasi awal, berkata, “Perhatikanlah (konsumsi) perutmu sebab sebagian besar penyakit bermula dari makanan yang berlebih.”


Karena itulah, Ali bin Abi Thalib RA berkata, “Istirahatnya badan dengan mengurangi makan, istirahatnya lidah dengan mengurangi berbicara, dan istirahatnya hati dengan mengurangi keinginan.” Untuk mengindari _qaswatul qalb,_ Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita, antara lain, untuk pandai-pandai bersyukur...


Pernahkah kita terbukti bersalah namun sukar sekali mengeluarkan minta maaf? Alasannya, orang yang dimintai maaf lebih muda dari kita, lebih miskin dari kita, atau status jabatannya lebih rendah dari kita. Jika kita penah mengalami demikian atau menyaksikan orang yang berperilaku begitu, yang bersangkutan sesungguhnya telah mengidap penyakit _qaswatul qalb..._ 


Penyakit ini susah disembuhkan karena yang mesti dihadapi penderitanya adalah dirinya sendiri. Egoisme, gengsi, atau perasaan paling istimewa, biasanya menjadi biang keladi mengapa hati seseorang membatu sehingga sukar dimasuki kebenaran dan kebaikan yang datang dari luar dirinya... 


Suatu hari seorang laki-laki datang mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hatinya yang keras ( _qaswatul qalb_). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,


 إن أردت تلين قلبك، فأطعم المسكين، وامسح رأس اليتيم 


“Jika kamu ingin melunakkan hatimu maka berilah makan orang miskin dan usaplah kepala anak yatim.” 


(HR al-Hakim dalam al-Mustadrak) 


Dalam hadits tersebut, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan orang yang keras hatinya untuk melatih diri berempati dengan orang-orang lemah. Empati tersebut diwujudkan salah satunya dengan memberi makan orang miskin. Makan adalah di antara kebutuhan primer ( _hajiyat_) setiap manusia. Penghasilan orang miskin sering hanya bisa mencukupi keperluan pokok tersebut tanpa bisa menambah kebutuhan sekunder lainnya. Lebih dari miskin disebut _faqir._ Keduanya merupakan kelompok rentan yang sama-sama membutuhkan uluran tangan. Ibnu Rajab al-Hanbali saat menjelaskan hadits ini mengatakan bahwa bergaul dengan orang-orang miskin dapat meningkatkan rasa ridha dan syukur seorang hamba atas nikmat yang dikaruniakan oleh Allah Azza wa Jalla. Sebaliknya, bergaul dengan orang kaya potensial membuatnya kurang menghargai rizeki yang diterimanya. Selanjutnya adalah mengusap kepala anak yatim. Kata “mengusap” di sini merupakan kiasan dari anjuran untuk menyayangi, berlemah lembut, dan mengayomi mereka. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


 من مسح رأس يتيم أو يتيمة لم يمسحه إلا لله ، كان له بكل شعرة مرت عليها يده حسنات ، ومن أحسن إلى يتيمة أو يتيم عنده ، كنت أنا وهو في الجنة كهاتين ، وقرن بين أصبعيه


“Barangsiapa yang mengusap kepala anak yatim laki-laki atau perempuan hanya karena Allah, baginya setiap rambut yang diusap dengan tangannya itu mengalirkan banyak kebaikan, dan barangsiapa berbuat baik kepada anak yatim perempuan atau laki-laki yang dia asuh, aku bersama dia di surga seperti ini (Nabi menyejajarkan dua jarinya).” 


Dalam hadits itu, Allah Azza wa Jalla  memberikan kebaikan kepada orang-orang yang mengusap kepala anak yatim. Jumlah rambut di hadits ini merupakan ilustrasi dari kebaikan yang tak terhitung sebagaimana tak terhitungnya jumlah rambut kepala orang. Artinya, sebanyak apa kebaikan seseorang kepada anak yatim, sebesar itu pula Allah Azza wa Jalla berikan kebaikan kepadanya. Inilah mengapa hati yang keras menjadi mudah melunak, terbuka terhadap kebenaran dan kebaikan. Sebab, Sang Penguasa Hati sedang berada di pihaknya...


Allah Azza wa Jalla berfirman,


وَلَهُ الْكِبْرِيَاءُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖوَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ


“Dan bagi-Nya lah keagungan di langit dan bumi, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”


(QS al-Jaatsiyah: 37)


Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa melembutkan hati kita agar terhindar dari _qaswatul qulb_ untuk meraih ridha-Nya...

Aamiin Ya Rabb.


_Wallahua'lam bishawab_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar