”Bila anda ingin dilimpahi anugerah-anugerah, maka benarkanlah kefakiranmu dan rasa butuhmu di hadapanNya. ”Sesungguhnya sedekah-sedekah itu hanya bagi orang-orang yang fakir.” (At-Taubah 60)
APA yang dimaksud dengan meluruskan dan membenarkan kefakiran dan rasa butuh itu? Maknanya adalah menguatkan keduanya dalam dirimu, hingga sampai pada tingkat rasa yang kuat dalam seluruh waktu dan keadaan. Jika belum bisa, anda harus meyakini bahwa dua sifat tersebut akajn selalu ada dalam eksistensi anda, karena secara esensial sifat fakir dan butuh itu selalu ada padamu.
Menurut Syeikh Zarruq hal ini harus diwujudkan dengan:
Megukur bahwa diri anda sesungguhnya tiada.
Mewujudkan hal itu secara rinci dalam kondisi anda.Bahwa dalam gerak atau diam, tetap saja ketiadaan anda menjadi bukti.
Mewujudkan hal itu secara rinci dalam kondisi anda.Bahwa dalam gerak atau diam, tetap saja ketiadaan anda menjadi bukti.
Selebihnya siapa yang benar kefakirannya maka ia berhak mendepatkan sedekah dari Allah Azza wa-Jalla berupa anugerah-anugerahNya.
Syeikh Abul Hasan asy-Sayadzily ra, mengatakan, ”Cara membenarkan kehambaan kita adalah melazimkan kefakiran, ketakberdayaan, hina dina dan rasa lemah, hanya bagi Allah Ta’ala. Dan sebaliknya adalah Sifat Ketuhanan, dan anda tidak berhak memakainya. Karena itu tetaplah berpijak pada sifat kehambaan anda, dan bergantung pada sifat KetuhananNya.
Katakan dari hamparan rasa lemah yang hakiki, ”Wahai Yang Maha Kuat, kepada siapa lagi bagi si lemah ini selain bergantung padaMu?”
Dan dari hamparan kefakiran yang hakiki, katakan, ”Wahai Yang Maha Kaya, kepada siapa lagi bagi si fakir ini selain bergantung kepadaMu?”Dan dari hamparan rasa tak berdaya yang hakiki, katakan, ”Wahai Yang Maha Kuasa kepada siapa lagi bagi si tak berdaya ini, kalau tidak bergantung kepadaMu?”Dari hamparan hinda dina yang hakiki, katakan, ”Wahai Yang Maha Mulia, kepada siapa lagi bergantung bagi si hina ioni, kecuali kepadaMu?”Maka anda akan meraih Ijabah sepanjang tanganmu menengadah, dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah, sesungguhnya Allah swt menyertai orang-orang yang sabar.”
Dan dari hamparan kefakiran yang hakiki, katakan, ”Wahai Yang Maha Kaya, kepada siapa lagi bagi si fakir ini selain bergantung kepadaMu?”Dan dari hamparan rasa tak berdaya yang hakiki, katakan, ”Wahai Yang Maha Kuasa kepada siapa lagi bagi si tak berdaya ini, kalau tidak bergantung kepadaMu?”Dari hamparan hinda dina yang hakiki, katakan, ”Wahai Yang Maha Mulia, kepada siapa lagi bergantung bagi si hina ioni, kecuali kepadaMu?”Maka anda akan meraih Ijabah sepanjang tanganmu menengadah, dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah, sesungguhnya Allah swt menyertai orang-orang yang sabar.”
Selanjutnya Ibnu Athaillah menegaskan: ”Wujudkan sifatmu, engkau akan dilimpahi dengan sifat-sifatNya, dan
- wujudkanlah melalui rasa hina dinamu engkau dilimpahi KemuliaanNya,(Saat dirimu merasa hina dihadapan-NYA,niscaya Allah Swt akan melimpahi kemuliaan-NYA)
- wujudkan rasa tak berdayamu engkau dilimpahi dengan Kemampuan dariNya,(Saat dirimu merasa tak berdaya dihadapan-NYA,niscaya Allah swt akam menuangkan kemampuan-NYA)
-wujudkan dengan rasa lemahmu engkau dilimpahi daya dan kekuatanNya.”(Saat dirimu merasa lemah dihadapan-NYA,niscaya Allah swt akan menyirami kekuatan-NYA)
Manusia sebagai hamba, harus terus menerus memelihara dan mewujudkankan kehambaannya. Sifat fakir, hina, tak berdaya dan lemah harus terus menerus diwujudkan, dan itulah sebagai hamparan bagi limpahan anugerah melalui Sifat-sifat RububiyahNya kepada kita.
Sehingga kita bisa mulia bersama Allah, Kaya bersamaNya, Mampu bersamaNya, Kuat bersamaNya, bukan bersama dirimu, karena kalau bersama dirimu yang muncul adalah bentuk kesombongan dan kecongkakan.
Keakuan anda harus dilipat dan seluruh sifat kehambaan adalah bentuk peleburan ego kita. Egoisme dan keakuan itulah penghalang kehambaan, sehingga menghalangi pula ketergantungan kita pada Sifat KetuhananNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar